 | La’o Hamutuk |  |
 | Reference | Presentations | Mission Statement | LH Blog | Search | Home |  |
|
Centro Informasaun Independente ba Tasi Timor (CIITT) Dili, 26 January 2004 Press Statement for Australia Day 2004The Independent Information Center on Timor Sea (CIITT) congratulates the people and the Government of Australia on Australia Day. CIITT understands that Australia Day is also a moment for the people and the Government of Australia to reflect on the meaning of independence to all people of different ethnicities and races in Australia, both the indigenous people as well as the newcomers. On this occasion, it is important to reflect on the relationship of Australia and East Timor in the past. Australia was the only country to give official recognition to Indonesia’s rule in East Timor, which was established for over 20 years through various types of violations of the fundamental rights of the East Timorese. Although it refused to acknowledge its complicity in the denial of the rights of the East Timorese for independence, the Government of Australia has taken an important corrective action in its foreign policy with regards to the case of East Timor, right at the end of Indonesian occupation in East Timor. Australia had actively participated in the international effort to secure the result of the Popular Consultation organized by the United Nations in East Timor. Furthermore, Australia has also recognized Democratic Republic of Timor Leste as an independent and sovereign nation, through the presence of the Prime Minister John Howard and Foreign Minister Alexander Downer during the celebration of Independence of East Timor and the opening of its Diplomatic Mission in East Timor. Such recognition, however, has not been reflected in all aspects of Australia’s relationship with East Timor. In order to control the largest part of the oil and gas rich Timor Sea, Australia maintains the application of previous treaties on maritime boundary, which were signed with the occupying power in East Timor. The previous treaties of maritime boundary delimitation have been based on the outdated continental shelf principle, and not on the 1982 UN Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Having rejected the jurisdiction of the International Court of Justice (ICJ) as a settlement mechanism for the dispute on maritime boundaries with East Timor, Australia has demonstrated an arrogant attitude in the negotiation on the matter. Such attitude reflects Australia’s politics of double standard in its recognition of the territorial integrity and sovereignty of RDTL, and is a denial of the right of the East Timorese to use their resources to develop as an independent nation. The Government of Australia commits this shameless action just as East Timor is catching up on its development, after centuries of colonial obstruction. For a civilized and equal relationship to flourish between the people and the Governments of the two nations, CIITT urges:
With Compliments, CIITT
Bahasa Indonesia Centro Informasaun Independente ba Tasi Timor (CIITT) Dili, 26 Januari 2004 Pernyataan PersPusat Informasi Independen Laut Timor (Centro Informasaun Independente ba Tasi Timor—CIITT) mengucapkan selamat kepada rakyat dan pemerintah Australia pada Australia Day). CIITT mengerti bahwa Australia Day juga merupakan momentum bagi seluruh rakyat dan pemerintah Australia untuk merefleksikan makna kemerdekaan bagi seluruh kelompok bangsa dan ras yang hidup di Australia, baik penduduk asli maupun warga pendatang di benua itu. Berkaitan dengan Australia Day ini, penting untuk melakukan refleksi terhadap hubungan Australia dan Timor Leste di masa lalu. Australia merupakan satu-satunya negara yang secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Leste, yang dipertahankan selama lebih dari 20 tahun memalui berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak dasar rakyat Timor Leste. Meskipun enggan mengakui keterlibatannya dalam pengingkaran hak rakyat Timor Leste atas kemerdekaannya, Pemerintah Australia telah melakukan sebuah langkah koreksi penting dalam politik luar negerinya berkaitan dengan masalah Timor Leste, pada penghujung masa pendudukan Indonesia di Timor Leste. Australia telah secara aktif berpartisipasi dalam upaya internasional untuk mengamankan hasil dari proses Jajak Pendapat yang diprakarsai PBB di Timor Leste. Australia juga telah mengakui Republik Demokratik Timor Leste sebagai sebuah negara merdeka yang berdaulat melalui kehadiran Perdana Menteri John Howard dan Menteri Luar Negeri Alexander Downer dalam upacara penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah RDTL, serta melalui pembukaan misi diplomatiknya di Timor Leste. Namun demikian, pengakuan kedaulatan ini tidak tercermin dalam semua aspek hubungan Australia dengan Timor Leste. Demi mendapatkan bagian terbesar dari wilayah Laut Timor yang kaya akan kandungan minyak dan gas, Australia tetap menggunakan kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan dengan kekuasaan kolonial di Timor Leste tentang batas wilayah laut, yang ditentukan berdasarkan landas kontinental, dan bukan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982. Setelah menolak jurisdiksi International Court Of Justice (ICJ) atas sengketa batas laut dengan Timor Leste, hingga saat ini Pemerintah Australia menunjukkan sikap tidak serius dalam pembahasan batas wilayah laut dengan Timor Leste. Hal ini menunjukkan politik muka dua Pemerintah Australia dalam pengakuannya terhadap integritas wilayah dan kedaulatan RDTL atas wilayahnya, serta merupakan pengingkaran hak-hak rakyat Timor Leste untuk memanfaatkan sumberdaya alamnya dalam membangun diri sebagai sebuah bangsa merdeka. Tindakan memalukan ini dilakukan oleh Pemerintah Australia pada saat rakyat Timor Leste sedang berjuang mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan selama berabad-abad akibat penjajahan. Demi terciptanya sebuah hubungan yang beradab dan setara antara rakyat dan pemerintah kedua bangsa, CIITT mendesak sebagai berikut:
Salam Hormat, CIITT |
The Timor-Leste Institute for Development Monitoring and Analysis (La’o Hamutuk) |
