La’o Hamutuk

Bulletin  |  Surat Popular  |  Topic index  |  Reports & Announcements  |  Updates
Reference  |   Presentations  |  Mission Statement  |  LH Blog  |  Search  |  Home

Buletin La’o Hamutuk

Volume 5, No. 1                                                                 Januari 2004

PDF    Inggris

Daftar:

bulletDr. Andrew McNaughtan, 1954-2003
bulletIntercambio Timor Lorosa’e-Nigeria mengenai Pembangunan Perminyakan
bulletUang dari Hasil Minyak Mensyaratkan Menejemen yang Baik
 
Foto dari Vaughan Williams

Dr. Andrew McNaughtan, 1954-2003

Para pendukung keadilan dan hak asasi manusia di seluruh dunia kehilangan kawan yang memiliki komitmen dan sangat bernilai ketika Ahli Fisika berkewarganegaraan Australia, Andrew McNaughtan, tanpa diharapkan, meninggal dunia di rumahnya di Sydney, Bulan Desember tahun lalu. Khususnya bagi Timor Lorosa’e, kehilangan dia, keduanya, baik atas kerja-kerja yang telah dia lakukan dengan efektif untuk mengedepankan kemerdekaan Timor Lorosa’e, dan untuk kerja efektif yang dia lakukan untuk masa depan untuk mendukung hak asasi manusia dan kemandirian secara ekonomi bagi negara baru ini.

Andrew mendapatkan motivasi dari perasaannya yang tajam terhadap keadilan, dan diikuti oleh naluri dengan analisa dan keahlian yang luar biasa. Dia menghabiskan waktu setahun di Nikaragua, kerja-kerja pengobatan, dan kemudian berlanjut membantu orang-orang Nigeria, Indonesia, Aceh, Papua, dan bahkan Amerika yang berjuang demi keadilan. Tetapi, dalam beberapa minggu sejak dia meninggal, banyak kawan yang berbagi kenangan. Masing-masing dari kita telah belajar banyak mengenai Andrew, dan semuanya telah terpesona dengan kerjanya yang luas, dan banyak hasil yang diperoleh. Sesungguhnya, sulit untuk memikirkan siapapun orang asing yang memberikan sumbangan lebih kepada kemerdekaan Timor Lorosa’e dari apa yang dilakukan Andrew.

Meskipun Andrew orang Australia, berhak sakit hati oleh dukungan Pemerintahnya terhadap pendudukan Indonesia, dia memahami pentingnya kampanye dan strategi internasional.

Selama 1990, dia telah berulangkali mengunjungi Timor Lorosa’e, melakukan wawancara dan film mengenai situasi orang-orang dan membuat video-nya tersedia bagi para wartawan, juru kampanye, dan pejabat di seluruh dunia. Pada waktu orang-orang Timor Lorosa’e ditangkapi dan sulit untuk meneghubungi kelompok-kelompok hak asasi manusia di seluruh dunia, Andrew dengan pintar menggunakan ‘’hak-hak istimewanya sebagai orang asing’’ untuk melakukan apa yang mereka tidak dapat lakukan.

Andrew mengawali kehidupannya sebagai orang dewasa sebagai seorang pengelas dan pembalap motor. Setelah dia mendapatkan kecelakaan motor, dia memutuskan untuk belajar di sekolah kedokteran. Tetapi kesabaran dan rasa cintanya yang nyata adalah untuk melawan ketidakadilan, dan dia menyadari bahwa dia dapat bekerja lebih efektif bagi Timor Lorosa’e sebagai seorang juru kampanye daripada memberikan perawatan kesehatan. Dia mulai mendukung Timor Lorosa’e pada tahun 1992, dan menjadi staf penyebarluasan informasi bagi East Timor International Support Center yang berkedudukan di Darwin, dan Koordinator Australia-East Timor Association di Sydney.

Suara, advokasi yang strategis dan gigih dari Andrew mengenai kasus Timor Lorosa’e dengan media dan politisi Australia adalah penting untuk meletakkan kerja-kerja dasar bagi perubahan yang terlambat di Canberra tahun 1999 untuk mendukung Timor Lorosa’e. Seringkali dia menggunakan foto para korban Timor Lorosa’e. Video dan terbitan-terbitannya digunakan oleh banyak aktivis dan jurnalis dan disebarluaskan secara luas, memaksa banyak orang untuk mengakui kejahatan-kejahatan yang telah terjadi di Timor Lorosa’e, setelah selama ini mereka secara sengaja membutakan mata atas peristiwa-peristiwa tersebut.

Andrew mengetahui kepentingan yang strategis terhadap solidaritas di seluruh dunia, dan dia membantu para pengorganisir kampanye dengan hebat sekali di Amerika Serikat dan di tempat-tempat lain yang memiliki akses sedikit terhadap informasi daripada audio visual di Australia. Andrew juga berpartisipasi dalam Konferensi APCET (Koalisi Asia Pasifik untuk Timor Lorosa’e) dan telpon genggamnya memainkan peran yang penting untuk berhubungan dengan media ketika para peserta Konferensi APCET II ditangkap oleh Kepolisian Malaysia pada tahun 1999.

Andrew menyelenggarakan pameran lebih dari 100 foto untuk membantu orang-orang memahami sejarah Timor Lorosa’e dan enam set foto telah dipamerkan di seluruh dunia. Ketika mereka mengadakan pameran di Gedung Parlemen, Canberra, pada tahun 1997, Pemerintah Australia mengganti judulnya dari "Kawanmu Tidak Akan Melupakanmu" menjadi "Sejarah Timor Lorosa’e pada Perang Dunia II", dan foto-foto yang menunjukkan peristiwa-peristiwa setelah 1975 disensor, dan hanya dapat dipamerkan di sebuah gereja setempat.

Pada Bulan Oktober 1998, Indonesia mengklaim akan menarik tentaranya dari Timor Lorosa’e. Tetapi, orang-orang mengetahui bahwa apa yang terjadi adalah sebaliknya. Dari seorang anggota perlawanan klandestin di dalam Kantor Staf ABRI, Andrew memperoleh dokumen militer Indonesia, berisikan lebih dari 100 halaman. Dokumen ini membuktikan bahwa pengerahan tentara sebenarnya lebih banyak dari yang dinyatakan oleh Pemerintah RI di Jakarta, dan semakin bertambah banyak. Secara diam-diam, Andrew memperoleh ahli analisa untuk dokumen ini, dan bersama-sama berkoordinasi mengeluarkan informasi secara serentak ke London, Washington, Jakarta dan Canberra untuk menyebarluaskan kebohongan Jakarta pada waktu yang genting, meletakkan fokus media internasional pada pendudukan militer paska Soeharto.

Andrew selalu sangat dermawan dengan uang pribadinya, dan memberikan lebih dari 20 ribuan dolar kepada Falintil dan kerja-kerja Xanana Gusmăo. Sebelum dan selama referendum 1999, sekali lagi Andrew kembali ke Timor Lorosa’e. Dia memberikan uang dan bantuan lain untuk mengamankan orang-orang yang menjadi sasaran TNI/milisi demi keselamatan mereka, dan mengumpulkan informasi mengenai para milisi, serta menginformasikannya kepada PBB, jurnalis, pejabat, dan aktivis di seluruh dunia. Beberapa hari menjelang referendum, dia dan dua orang kawan Australia ditangkap oleh Polisi Indonesia di Zumalai setelah mereka diserang oleh para milisi. Meskipun mereka dideportasi beberapa hari kemudian, Andrew mengetahui hasil pengambilan suara di dalam tahanan. Dia mengamati petugas Brimob yang menahannya benar-benar terkejut bahwa 79% orang memilih untuk merdeka dengan mengesampingkan kampanye teror oleh Pemerintah Indonesia—bukti nyata bagaimana penjajah Indonesia memahami orang-orang Timor Lorosa’e.

Andrew kembali ke Timor Lorosa’e pada akhir September 1999, dan kembali lagi beberapa kali. Dia membantu InterFET untuk memahami konteks sejarah dan politik, juga informasi kekinian negara yang baru saja mereka datangi untuk ‘’mengamankannya.’’ Dia bekerja dengan Timor Aid, membantu kawan-kawan Timor Lorosa’e yang memiliki persoalan-persoalan pribadi, dan mendidik dirinya sendiri dan banyak orang lain pada tantangan-tantangan baru yang dihadapi Timor Lorosa’e—khususnya mengejar keadilan terhadap orang-orang Indonesia, para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Lorosa’e, dan mencegah Australia mencuri mayoritas sumber daya minyak dan gas milik Timor Lorosa’e. Di antara proyek-proyek lain, dia bekerja sama dengan jurnalis HT Lee memproduksi video Don’t Rob Their Future: Give Them a Fair Go, yang menjadi bagian dari CD-ROM OilWeb yang diterbitkan oleh La’o Hamutuk.

Selama 2003, beberapa orang asing yang memberikan uang sumbangan kepada Timor Lorosa’e, meninggal dunia lebih awal, termasuk Dr Andrew McNaughtan, Padre Stefani Renato (Pendukung Timor Lorosa’e untuk jangka waktu panjang, berkebangsaan Italia/Jepang, sejak 2000 menjadi pendeta di wilayah Atsabe, meninggal dunia pada Bulan Oktober karena kecelakaan mobil), Sergio Vieira de Mello, dan empat tentara PKF Korea terbawa arus di sebuah sungai di Oecussi. Masing-masing kematian ini tragis, tetapi kami percaya bahwa mereka yang memilih untuk mengabdikan hidup kepada rakyat Timor Lorosa’e dan sebagai bangsa yang merdeka – Andrew dan Padre Stefani – berhak mendapatkan pengakuan khusus.

Sejak 1999, banyak orang asing yang datang ke Timor Lorosa’e untuk mengedepankan karir, mendapatkan uang, mematuhi perintah, atau berbagi dalam kemerdekaan Timor Lorosa’e, dan bantuan mereka diterima. Tetapi antara 1975 hingga 1999, tidak ada manfaat bersifat materi dalam mendukung Timor Lorosa’e. Orang-orang seperti Andrew McNaugthan, yang menghentikan karir mereka, dan menggunakan banyak uang pribadinya untuk ikut serta dalam perjuangan Timor Lorosa’e melawan ketidakadilan, adalah harta benda yang tidak tergantikan. Meskipun ribuan rakyat Timor Lorosa’e lebih menderita dan menanggung resiko yang lebih tinggi dari siapapun aktivis solidaritas yang pernah mereka dapat lakukan, perjuangan bagi negara mereka adalah, di akal kita, memaksa mereka untuk berjuang. Andrew melakukan kesemuanya ini dengan sukarela, dari rasa hati yang dalam untuk berbagi rasa kemanusiaan.

Kawan-kawan Andrew adalah orang-orang Timor Lorosa’e dan lainnya berjuang demi keadilan. Dia tidak disukai para pemerintah atau diplomat – kebenaran yang dia bicarakan seringkali membuat tidak nyaman bagi mereka yang berada dalam kekuasaan. Tetapi kemerdekaan Timor Lorosa’e berhutang pada kebenaran tersebut dan kepada orang-orang yang berbicara tentang kebenaran itu, lebih dari berhutang pada para lembaga dan pemerintah yang mengetahui Timor Lorosa’e setelah perjuangan dimenangkan.

Kami berharap bahwa Pemerintah baru Timor Lorosa’e mengingat dan menghargai kawan-kawannya dari tahun-tahun yang panjangan dan sulit, dan ini akan memprioritaskan hubungan manusia ini di atas para lembaga yang suka sekali memuji-muji. Tetapi sekalipun tidak, orang-orang Timor Lorosa’e – banyak yang beruntung mengenal Dr Andrew McNaughtan secara pribadi dan lebih banyak lagi yang berhutang atas kebebasan mereka sebagian terhadap kerja dia – akan menghargainya dan melanjutkan komitmennya terhadap keadilan.

Intercambio Timor Lorosa’e-Nigeria mengenai Pembangunan Perminyakan

Foto dari Timor Sun

Tujuh aktifis Timor Lorosa’e dari enam LSM lokal yang berbeda, mengunjungi Nigeria mulai 11-28 Januari 2004. Kunjungan tersebut untuk mempelajari industri minyak dan gas. La’o Hamutuk telah mempersiapkan kelompok ini, yang termasuk (Kiri-Kanan) Jesuina Soares (La’o Hamutuk), Carlos A. B. Florindo (ETADEP), Julino Ximenes da Silva (Perkumpulan HAK), Joăo da Silva Sarmento (La’o Hamutuk) and Liliana E. A. C. Hei (Grupo Feto Enclave Oecusse) berdiri; Aurelio Freitas Ribeiro (KSI, and Justino da Silva (Forum LSM) di depan.

Oilwatch Afrika dan Environmental Rights Action di Nigeria menjadi tuan rumah yang membantu terselenggaranya kunjungan ini. Kelompok intercambio ini berharap dapat belajar dari pengalaman Nigeria mengenai dampak negatif dan positif selama empat puluh tahun pembangunan perminyakan. Mereka juga akan bertemu dengan masyarakat di Delta Niger, pejabat pemerintah, dan LSM lokal untuk melihat bagaimana minyak dan gas telah berdampak pada lingkungan, politik, standar hidup, dan kualitas hidup, dan untuk melihat pelajaran yang baik dan buruk dimana Timor Lorosa’e dapat belajar dari pengalaman Nigeria. Sekembalinya ke Timor Lorosa’e, mereka akan mengembangkan dan berbagi pemahaman kepada masyarakat sipil dan pejabat yang berwenang.

horizontal rule

Uang dari Hasil Minyak Mensyaratkan Menejemen yang Baik

Oleh Joseph E. Stiglitz*

Kenyataan yang menyedihkan tetapi memang benar-benar terjadi bahwa—negara-negara yang kaya sumber daya alam tidak berkembang lebih cepat atau lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai sumber daya alam lebih sedikit. Pengamatan ini akan terlihat bertentangan dengan hukum dasar ekonomi, bahwa sumber daya alam seharusnya lebih memberikan keuntungan dan kesempatan ekonomi. Para ahli ekonomi dan pengamat sosial lainnya telah bekerja keras untuk menjelaskan keganjilan ini dan bagaimana negara-negara dapat memaksimalkan keuntungan dari sumber daya alam mereka yang berlimpah.

Tetapi, kegagalan ini berulang kali dan berlangsung terus-menerus. Nigeria, yang kaya minyak, menghambur-hamburkan seperempat milyar dolar devisa dari minyak dan terbelit hutang secara serius. Dua-pertiga dari jumlah penduduk Venezuela masih hidup dalam kemiskinan. Perang sipil, berkembang dalam berbagai tingkatan yang berbeda dikarenakan perebutan kewenangan untuk mengontrol minyak, gas, dan bahan-bahan mineral, telah menghancurkan sekelompok negara-negara kaya sumber daya alam.

Bagian dari ketidakstabilan ini dijelaskan secara sederhana dengan Ilmu Ekonomi. Kekayaan sumber daya alam dapat menyebabkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Ketidakstabilan nilai tukar mata uang ini dapat menyebabkan nilai tukar yang melemahkan sektor-sektor ekonomi yang tidak berbasis pada sumber-sumber daya alam dengan membuat kesulitan bagi para pengusaha industri untuk mengekspor atau untuk berkompetisi dengan barang-barang impor. Sementara itu, sektor sumber daya alam ekonomi memberikan devisa yang penting, tetapi tidak menciptakan lapangan pekerjaan melalui perekonomian. Hasil dari pengangguran dapat meningkatkan ketidakstabilan politik dan sosial.

Tetapi problem yang paling penting di kebanyakan negara-negara yang kaya sumber daya alam adalah persoalan politik. Kontrol terhadap persoalan kekayaan sumber daya alam memberikan para pemimpin sedikit dorongan untuk berbagi kekuasaan, dan memberikan perangkat-perangkat untuk membeli pengakuan kekuasaan (legitimasi), daripada memperolehnya melalui pemilihan umum bagi para pemimpin. Para pemimpin menggunakan banyak modal untuk membeli dukungan politik melalui penciptaan pekerjaan dengan kontrak yang seringkali dianugerahkan kepada "orang-orang dalam" yang mempunyai hubungan baik. Karena pencarian kontrak dan negara mensubsidi permodalan secara langsung terhadap ketidakmampuan proyek-proyek yang tidak berjalan dari penarikan dana swasta, banyak proyek-proyek besar gagal untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap pengembangan sumber daya alam.

Keinginan pemerintah untuk mengontrol kekayaan sumber daya alam secara berlanjut seringkali tidak didukung oleh pembangunan demokrasi dan konflik kekerasan dan perlawanan oleh mereka yang tidak mendapatkan keuntungan dari kekayaan sumber daya alam dan siapapun yang merasa di luar sistem yang terpusat. Sistem yang terpusat adalah sistem yang tidak demokratis.

Untuk mencegah hasil yang demikian, para pemimpin politik dan warga negara perlu memperhatikan sumber daya alam negara sebagai anugerah milik bangsa. Sumber daya alam ini bukan milik pemerintah atau generasi tertentu, tetapi milik semua warga negara dan generasi-generasi selanjutnya. Pemerintahan dan generasi sekarang merupakan satu-satunya pengawas. Menggunakan sumber-sumber daya alam tersebut bagi keuntungan seseorang, meninggalkan generasi masa depan dalam kemiskinan, merupakan pencurian terhadap harta nenek moyang. Para pemimpin di dalam dan luar pemerintahan berbagi rasa pertanggungjawaban pengelolaan di negara-negara yang kaya sumber daya alam.

Keterbukaan informasi mengenai devisa yang diterima dan standar perhitungan pajak merupakan kunci untuk meningkatkan menejemen sumber daya alam dan kekayaan. Kerangka-kerangka kerja perhitungan nasional yang tidak menghitung menipisnya sumber daya alam secara tepat merupakan kesalahan; mereka mendesak pemerintah-pemerintah untuk berpikir bahwa perekonomian menjadi semakin sejahtera, ketika perekonomiannya mungkin menjadi lebih miskin. Hal ini merupakan pemikiran terhadap kesejahteraan yang mengarah pada keputusan yang buruk.

Bahkan yang lebih penting adalah informasi mengenai apakah yang diterima oleh Pemerintah untuk minyak atau sumber daya alam lainnya, bagaimana membandingkannya dengan negara-negara lain yang menerima, dan bagaimana Pemerintah menggunakan dana yang diterima dari penjualan sumber daya alam. Pemerintah seharusnya mengakui bahwa di beberapa negara yang telah berkembang, dengan perusahaan minyak sebagai pendapatan utama bahkan mencoba untuk meminimalkan pembayaran royalti mereka dengan melaporkan harga efektif minyak lebih rendah dan melaporkan biaya lebih tinggi. Hal ini hanya melalui penelitian yang serius di mana beberapa penggelapan diketemukan, contoh, di Negara Alaska, dan hal ini didapatkan hanya melalui hukuman yang lebih tinggi di mana akhirnya perusahaan-perusahaan minyak setuju untuk membayar lebih dari satu milyar dolar karena mereka menghindari pembayaran kepada negara.

Para perusahaan mempunyai tunjangan yang besar untuk memperbesar keuntungan dan ketidakjelasan yang mengelilingi kontrak-kontrak dan pembayaran uang minyak yang dapat mengarah pada pelanggaran. Akan tetapi sedikit perusahaan minyak, banyak dicatat adalah British Petroleum, yang membuat contoh yang berlawanan, yang timbul dari keinginan pihak British Petroleum sendiri, mereka mempublikasikan sebenarnya apa yang mereka bayar. Seperti mengijinkan warga negara di negara-negara yang kaya sumber daya alam untuk mendapatkan informasi mengenai berapa banyak pemerintah menerima pemasukan dari sumber daya alam. Hal ini disayangkan karena komitmen terhadap kerja sama kewarganegaraan yang baik belum dijalankan oleh kebanyakan perusahaan minyak lain.

Rencana organisasi seperti stabilisasi dana-dana adalah penting untuk mengatur kesejahteraan yang diperoleh dari sumber daya alam dan meyakinkan bahwa uang yang digunakan untuk menggantikan sokongan sumber daya alam yang telah dikosongkan. Stabilisasi dana-dana di beberapa negara telah membantu menyediakan dana-dana publik bagi musim hujan pada saat mereka dibutuhkan. Hal ini sangat penting karena perencanaan internasional seperti IMF, yang didirikan di akhir Perang Dunia II untuk membantu keuangan-kebijakan pajak yang beredar, telah gagal untuk menjalankan fungsinya bagi mereka IMF dibentuk. Hasil telah didesakkan bahwa kebanyakan negara-negara sedang berkembang didesak untuk terlibat dalam kebijakan pajak yang beredar, biaya yang cukup terhadap perekonomian dan masyarakat. Sekarang ini, negara-negara mengakui bahwa berhutang mempunyai resiko yang sangat tinggi, dan mereka harus mengandalkan sumber daya alam mereka sendiri, khususnya untuk tujuan stabilisasi.

Tidak ada persoalan yang lebih penting selain memastikan kesejahteraan dan stabilitas dalam jangka panjang bagi negara-negara kaya sumber daya alam dengan mengembangkan cara penggunaan sumber-sumber daya ini dan kesejahteraan yang mereka gunakan dengan baik.

*Joseph E. Stiglitz, pemenang Nobel dalam bidang Ekonomi, mantan Kepala Ahli Ekonomi untuk Bank Dunia hingga tahun 2000. Sekarang dia mengajar di Universitas Columbia, di Amerika Serikat. Artikel ini dicetak ulang dengan ijin dari Buku Caspian Oil Windfalls: Who Will Benefit? (Caspian Revenue Watch, 2003).

The Timor-Leste Institute for Development Monitoring and Analysis (La’o Hamutuk)
Institutu Timor-Leste ba Analiza no Monitor ba Dezenvolvimentu
Rua D. Alberto Ricardo, Bebora, Dili, Timor-Leste
P.O. Box 340, Dili, Timor-Leste
Tel: +670-3321040 or +670-77234330
email: 
info@laohamutuk.org    Web: http://www.laohamutuk.org    Blog: laohamutuk.blogspot.com