|
Buletin La’o Hamutuk Volume 5, No. 1 Januari 2004 Daftar:
Intercambio Timor Lorosa’e-Nigeria mengenai Pembangunan Perminyakan
Tujuh aktifis Timor Lorosa’e dari enam LSM lokal yang berbeda, mengunjungi Nigeria mulai 11-28 Januari 2004. Kunjungan tersebut untuk mempelajari industri minyak dan gas. La’o Hamutuk telah mempersiapkan kelompok ini, yang termasuk (Kiri-Kanan) Jesuina Soares (La’o Hamutuk), Carlos A. B. Florindo (ETADEP), Julino Ximenes da Silva (Perkumpulan HAK), Joăo da Silva Sarmento (La’o Hamutuk) and Liliana E. A. C. Hei (Grupo Feto Enclave Oecusse) berdiri; Aurelio Freitas Ribeiro (KSI, and Justino da Silva (Forum LSM) di depan. Oilwatch Afrika dan Environmental Rights Action di Nigeria menjadi tuan rumah yang membantu terselenggaranya kunjungan ini. Kelompok intercambio ini berharap dapat belajar dari pengalaman Nigeria mengenai dampak negatif dan positif selama empat puluh tahun pembangunan perminyakan. Mereka juga akan bertemu dengan masyarakat di Delta Niger, pejabat pemerintah, dan LSM lokal untuk melihat bagaimana minyak dan gas telah berdampak pada lingkungan, politik, standar hidup, dan kualitas hidup, dan untuk melihat pelajaran yang baik dan buruk dimana Timor Lorosa’e dapat belajar dari pengalaman Nigeria. Sekembalinya ke Timor Lorosa’e, mereka akan men gembangkan dan berbagi pemahaman kepada masyarakat sipil dan pejabat yang berwenang.Uang dari Hasil Minyak Mensyaratkan Menejemen yang BaikOleh Joseph E. Stiglitz* Kenyataan yang menyedihkan tetapi memang benar-benar terjadi bahwa—negara-negara yang kaya sumber daya alam tidak berkembang lebih cepat atau lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai sumber daya alam lebih sedikit. Pengamatan ini akan terlihat bertentangan dengan hukum dasar ekonomi, bahwa sumber daya alam seharusnya lebih memberikan keuntungan dan kesempatan ekonomi. Para ahli ekonomi dan pengamat sosial lainnya telah bekerja keras untuk menjelaskan keganjilan ini dan bagaimana negara-negara dapat memaksimalkan keuntungan dari sumber daya alam mereka yang berlimpah. Tetapi, kegagalan ini berulang kali dan berlangsung terus-menerus. Nigeria, yang kaya minyak, menghambur-hamburkan seperempat milyar dolar devisa dari minyak dan terbelit hutang secara serius. Dua-pertiga dari jumlah penduduk Venezuela masih hidup dalam kemiskinan. Perang sipil, berkembang dalam berbagai tingkatan yang berbeda dikarenakan perebutan kewenangan untuk mengontrol minyak, gas, dan bahan-bahan mineral, telah menghancurkan sekelompok negara-negara kaya sumber daya alam. Bagian dari ketidakstabilan ini dijelaskan secara sederhana dengan Ilmu Ekonomi. Kekayaan sumber daya alam dapat menyebabkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Ketidakstabilan nilai tukar mata uang ini dapat menyebabkan nilai tukar yang melemahkan sektor-sektor ekonomi yang tidak berbasis pada sumber-sumber daya alam dengan membuat kesulitan bagi para pengusaha industri untuk mengekspor atau untuk berkompetisi dengan barang-barang impor. Sementara itu, sektor sumber daya alam ekonomi memberikan devisa yang penting, tetapi tidak menciptakan lapangan pekerjaan melalui perekonomian. Hasil dari pengangguran dapat meningkatkan ketidakstabilan politik dan sosial. Tetapi problem yang paling penting di kebanyakan negara-negara yang kaya sumber daya alam adalah persoalan politik. Kontrol terhadap persoalan kekayaan sumber daya alam memberikan para pemimpin sedikit dorongan untuk berbagi kekuasaan, dan memberikan perangkat-perangkat untuk membeli pengakuan kekuasaan (legitimasi), daripada memperolehnya melalui pemilihan umum bagi para pemimpin. Para pemimpin menggunakan banyak modal untuk membeli dukungan politik melalui penciptaan pekerjaan dengan kontrak yang seringkali dianugerahkan kepada "orang-orang dalam" yang mempunyai hubungan baik. Karena pencarian kontrak dan negara mensubsidi permodalan secara langsung terhadap ketidakmampuan proyek-proyek yang tidak berjalan dari penarikan dana swasta, banyak proyek-proyek besar gagal untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap pengembangan sumber daya alam. Keinginan pemerintah untuk mengontrol kekayaan sumber daya alam secara berlanjut seringkali tidak didukung oleh pembangunan demokrasi dan konflik kekerasan dan perlawanan oleh mereka yang tidak mendapatkan keuntungan dari kekayaan sumber daya alam dan siapapun yang merasa di luar sistem yang terpusat. Sistem yang terpusat adalah sistem yang tidak demokratis. Untuk mencegah hasil yang demikian, para pemimpin politik dan warga negara perlu memperhatikan sumber daya alam negara sebagai anugerah milik bangsa. Sumber daya alam ini bukan milik pemerintah atau generasi tertentu, tetapi milik semua warga negara dan generasi-generasi selanjutnya. Pemerintahan dan generasi sekarang merupakan satu-satunya pengawas. Menggunakan sumber-sumber daya alam tersebut bagi keuntungan seseorang, meninggalkan generasi masa depan dalam kemiskinan, merupakan pencurian terhadap harta nenek moyang. Para pemimpin di dalam dan luar pemerintahan berbagi rasa pertanggungjawaban pengelolaan di negara-negara yang kaya sumber daya alam. Keterbukaan informasi mengenai devisa yang diterima dan standar perhitungan pajak merupakan kunci untuk meningkatkan menejemen sumber daya alam dan kekayaan. Kerangka-kerangka kerja perhitungan nasional yang tidak menghitung menipisnya sumber daya alam secara tepat merupakan kesalahan; mereka mendesak pemerintah-pemerintah untuk berpikir bahwa perekonomian menjadi semakin sejahtera, ketika perekonomiannya mungkin menjadi lebih miskin. Hal ini merupakan pemikiran terhadap kesejahteraan yang mengarah pada keputusan yang buruk. Bahkan yang lebih penting adalah informasi mengenai apakah yang diterima oleh Pemerintah untuk minyak atau sumber daya alam lainnya, bagaimana membandingkannya dengan negara-negara lain yang menerima, dan bagaimana Pemerintah menggunakan dana yang diterima dari penjualan sumber daya alam. Pemerintah seharusnya mengakui bahwa di beberapa negara yang telah berkembang, dengan perusahaan minyak sebagai pendapatan utama bahkan mencoba untuk meminimalkan pembayaran royalti mereka dengan melaporkan harga efektif minyak lebih rendah dan melaporkan biaya lebih tinggi. Hal ini hanya melalui penelitian yang serius di mana beberapa penggelapan diketemukan, contoh, di Negara Alaska, dan hal ini didapatkan hanya melalui hukuman yang lebih tinggi di mana akhirnya perusahaan-perusahaan minyak setuju untuk membayar lebih dari satu milyar dolar karena mereka menghindari pembayaran kepada negara. Para perusahaan mempunyai tunjangan yang besar untuk memperbesar keuntungan dan ketidakjelasan yang mengelilingi kontrak-kontrak dan pembayaran uang minyak yang dapat mengarah pada pelanggaran. Akan tetapi sedikit perusahaan minyak, banyak dicatat adalah British Petroleum, yang membuat contoh yang berlawanan, yang timbul dari keinginan pihak British Petroleum sendiri, mereka mempublikasikan sebenarnya apa yang mereka bayar. Seperti mengijinkan warga negara di negara-negara yang kaya sumber daya alam untuk mendapatkan informasi mengenai berapa banyak pemerintah menerima pemasukan dari sumber daya alam. Hal ini disayangkan karena komitmen terhadap kerja sama kewarganegaraan yang baik belum dijalankan oleh kebanyakan perusahaan minyak lain. Rencana organisasi seperti stabilisasi dana-dana adalah penting untuk mengatur kesejahteraan yang diperoleh dari sumber daya alam dan meyakinkan bahwa uang yang digunakan untuk menggantikan sokongan sumber daya alam yang telah dikosongkan. Stabilisasi dana-dana di beberapa negara telah membantu menyediakan dana-dana publik bagi musim hujan pada saat mereka dibutuhkan. Hal ini sangat penting karena perencanaan internasional seperti IMF, yang didirikan di akhir Perang Dunia II untuk membantu keuangan-kebijakan pajak yang beredar, telah gagal untuk menjalankan fungsinya bagi mereka IMF dibentuk. Hasil telah didesakkan bahwa kebanyakan negara-negara sedang berkembang didesak untuk terlibat dalam kebijakan pajak yang beredar, biaya yang cukup terhadap perekonomian dan masyarakat. Sekarang ini, negara-negara mengakui bahwa berhutang mempunyai resiko yang sangat tinggi, dan mereka harus mengandalkan sumber daya alam mereka sendiri, khususnya untuk tujuan stabilisasi. Tidak ada persoalan yang lebih penting selain memastikan kesejahteraan dan stabilitas dalam jangka panjang bagi negara-negara kaya sumber daya alam dengan mengembangkan cara penggunaan sumber-sumber daya ini dan kesejahteraan yang mereka gunakan dengan baik. *Joseph E. Stiglitz, pemenang Nobel dalam bidang Ekonomi, mantan Kepala Ahli Ekonomi untuk Bank Dunia hingga tahun 2000. Sekarang dia mengajar di Universitas Columbia, di Amerika Serikat. Artikel ini dicetak ulang dengan ijin dari Buku Caspian Oil Windfalls: Who Will Benefit? (Caspian Revenue Watch, 2003). |
The Timor-Leste Institute for Development Monitoring and Analysis (La’o Hamutuk) |