Diterbitkan di surat kabar haria Suara Timor Lorosa’e Pada tanggal 14 & 16 Agostu 2002 TIMOR GAPCelah yang menguntungkan atau dipasrahkan?(Sebuah tinjauan reflektif tentang JPDA/daerah pengeksplorasian minyak bersama)Timor Gap: Benefit or given away? Oleh Adriano do Nascimento, pemerhati masalah Timor gapBekerja di La’o Hamutuk, Institut Pemantau institusi internasional ------------------------------------------------------------------------------ Kita tahu bahwa di negeri ini dan bahkan beberapa penghuni negara di dunia ini, sebagiannya sedang prihatin, mengeluh dan bahkan pasrah melihat proses penyelesaian celah Timor. Karena itu, perdebatan demi perdebatan dimunculkan baik oleh para pakar perminyakan, hukum kelautan, Geolog, ekonom, politisi maupun masyarakat awam. Sanking seruhnya perdebatan tentang celah Timor dikalangan masyarakat dunia, terlebih di negara Timor Lorosa’e dan Australia, muncul pula berbagai dugaan atau tafsiran sebagai pijakan untuk menelusuri benang merah persoalan tersebut. Dugaan-dugaan yang muncul dari kalbu yang empunya kepedulian dan tanggung jawab moral terhadap kehidupan negara dan bangsa ini, terkemas dalam pertanyaan-pertayaan reflektif seperti; apakah penyelesaian celah Timor melalui eksplorasi bersama/JPDA dan pembagaian pendapatan 90% untuk Timor Lorosa’e dan 10% untuk Australia adalah sebuah keuntungan ataukah suatu kepasrahan? Pertanyaan ini sengaja dimunculkan pada awal ulasan ini dengan tujuan untuk menelusuri perbedaan persepsi mengenai substansi persoalan celah Timor antara masyarakat Timor Lorosa’e, Australia, PBB dan perusahaan. Untuk menganalisa pertanyaan diatas, alangka bijaknya kita menuntun cakrawala pemahaman reflektif kita pada referensi filosofis yang diukir dalam pepata kuno berikut ini. “Kepandaian dan Kebijakan membuat orang mudah dituntun tetapi sulit ditunggangi, kepandaian dan kebijakan membuat orang mudah diatur tetapi sulit diperbudak”. Referensi filosofis ini merupakan salah pedoman peradaban yang dipakai oleh orang-orang bijak untuk mengimplementasikan kata dan karya dalam memperjuangkan sebuah misi bagi kehidupan sebuah negara dan bangsa. Kata-kata bijak ini sebenarnya sengaja dirangkai dalam ulasan ini dengan harapan agar cakrawala pemahaman reflektif kita bisa menelusuri jargon politik tentang JPDA atau daerah pengeksplorasian minyak bersama. Pandangan umum tentang celah TimorBanyak diantara kita yang memiliki pemahaman bahwa substansi persoalan Timor gap adalah proses pembagian pendapatan dari minyak dan gas antara Australia dan Timor Lorosae. Karena itu, ada yang mempunyai pandangan bahwa pembagian pendapatan dari minyak dan gas 90% untuk Timor Lorosa’e dan 10% untuk Australia adalah satu keberhasilan negosiasi para tim negosiator kita. Namun ada juga sebagian dari kita yang memiliki pemahaman bahwa substansi persoalan Timor Gap bukan pembagian pendapatan 90%-10% tetapi substansinya adalah proses penyelesaian sengketa batas perairan dan zona ekonomi eksklusif dalam upaya pencapaian kedaulatan penuh atas air, darat dan udara. Ada juga beberapa pemahaman dan dugaan yang menyatakan bahwa sebaiknya eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di celah Timor harus dihentikan dulu dengan alasan legalitas hukum; pertama, Timor Lorosa’e belum memiliki perangkat hukum tentang batas wilayah perairan dan pengelolahan kekayaan alamnya. Kedua, kesepakatan pembagian wilayah eksplorasi ke dalam tiga zona A, B dan C serta penentuan daerah kerja sama/JPDA dilakukan dibawah hukum kelautan Australia dan Indonesia. Ketiga, kesepakatan untuk membagi hasil pendapatan minyak dan gas ditentukan oleh Australia dan Indonesia. Keempat, kesepakatan kontrak kerja dengan perusahaan perminyakan dan pemberlakukan sistem perpajakan dilakukan dibawah otoritas perpajakan Australia dan Indonesia. Pemahaman dan dugaan itu juga menyatakan bahwa paket utama yang harus segera diselesaikan sebelum melakukan negosiasi internasional dengan Australia atau Indnoesia adalah membuat perangkat hukum nasional seperti Konstitusi negara, hukum kelautan nasionalnya serta melengkapi perangkat hukum kelautan internasional lainnya. Kita semua tahu dan barang kali kita sepakat bahwa keprihatinan, keluhan dan kepasrahan kita bukan karena keterlibatan pemimpin Timor Lorosa’e saja tetapi proses itu merupakan satu proses terpadu yang tidak bisa dipisahkan dengan keterlibatan eksternal seperti Australia, UNTAET dan perusahaan perminyakan. Mungkin anda sepakat bahwa kala itu mereka datang untuk “menuntun” kita dalam mempersiapkan perangkat hukum sebagai pijakan bagi negara ini. Namun mengapa kita dituntun berlayar mengarungi samudra pasifik di laut Timor kemudian berlabu di celah itu? mengapa kita memulai dan melanjutkan proses eksplorasi dan eksploitasi di celah Timor? Siapa yang memulai proses tersebut? Pijakan hukum apa yang menjadi instrumen untuk negosiasi internasional itu? Apakah ada jendela penyelesaiaan bagi Timor Lorosa’e untuk menentukan batas perairan sesuai dengan hukum laut nasional dan internasional? Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas harus adalah lebih baik kita menggunakan kebijakan dan kepandaian kita, dengan demikian negara dan masyarakat ini tidak lagi ditunggangi dan diperbudak oleh negaranya sendiri. Dengan pijakan pada pemahaman persoalan ini, maka ulasan ini hanya akan difokuskan pada keterlibatan eksternal, terlebih Australia, PBB/UNTAET dan perusahaan perminyakan yang terlibat dalam proses Timor Gap. Mengapa demikian? Jawabannya adalah mereka memulai, mereka melanjutkan dan mereka melaksanakan proses ini. Apa pandangan Australia?Jika kita menelusuri perdebatan demi perdebatan, nampaknya Australia mempunyai pandangan bahwa substansi persoalan celah Timor adalah saling pengertian dan komitmen antara kedua negara untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas bersama di celah yang disebut dengan JPDA. Saling pengertian dan komitmen ini harus dinyatakan dalam kesepakatan atau Pakta seperti yang telah ditandatangani oleh Perdana Menteri Australia, John Howard dan rekannya Mari Amudin Bin Alkatiri. Ketua menteri Northern Territory, Clare Martin mengatakan bahwa Pakta atau kesepakatan antara kedua negara ini bila diratifikasi maka akan memberikan kepastian hukum dan bisnis yang mengikat dua negara. Karena itu, Australia menyatakan bahwa hasil penyelesaian persoalan celah Timor merupakan satu indikator untuk membangun dan mempererat hubungan antara Timor Lorosa’e dan Australia di kemudian hari. Duta besar Australia untuk Timor Lorosa’e, Paul Foley dalam satu pertemuan informal dengan penulis menuturkan bahwa; “Australia merasa bahwa apa yang dilakukannya untuk celah Timor selama ini adalah sangat adil dan Timor Lorosa’e memahami hal itu”. Berbicara tentang JPDA atau eksplorasi minyak bersama seperti yang termuat dalam Pakta 20 Mei 2002, Negara itu juga mempunyai pandangan bahwa kesepakatan itu adalah satu kesepakatan yang paling baik. Alasan yang dibangun adalah mereka telah memberikan sebagian miliknya kepada masyarakat Timor Lorosa’e melalui program kemanusiaan, termasuk pengiriman pasukannya dalam unit-unit interfet dan PKF. Kesepakatan yang termuat dalam pakta itu merupakan wujud peradaban bangsa untuk memberikan konpensasi kepada tetangganya yang kecil dan miskin Timor Lorosa’e. Adalah yang mulia menteri pengembangan sumber daya, industri dan bisnis Northern Territory , Paul Anderson mengatakan kepada penulis dalam celah-celah Konferensi pertambangan minyak lepas pantai Australia Asia Tenggara/SEAAOC kedelapan bulan Juni lalu di Darwin. Dia mengatakan “kami ingin hubungan baik dengan Timor Lorosa’e dan kami mau membantunya sesuai dengan kemampuan kami. Pembagian pendapatan dari minyak dan gas 90%-10% merupakan bagian dari bantuan itu. Kebijakan 90%-10% adalah konpensasi untuk membantu masyarakat Timor Lorosa’e dan ini merupakan ketulusan Australia untuk membantu”. Dengan pandangan itulah, Australia menyatakan bahwa eksplorasi bersama minyak dan gas di celah Timor adalah hal yang paling urgen untuk diselesaikan. Penyelesaian persoalan batas perairan akan dipertimbangkan di kemudian hari. Dan lebih arogan lagi, Australia juga tidak segang-segang menyatakan posisinya bahwa negera itu tidak akan menyelesaikan sengketa batas perairan negara dan zona ekonomi eksklusif dengan Timor Lorosa’e melalui pengadilan internasional. Wujud dari deklarasi posisi itu,maka pada pertengahan bulan Maret 2002 yang lalu, Australia menyatakan keluar dari keanggotaan Pengadilan Internasional/ICJ dan Konvensi Hukum Laut PBB. Selanjutnya Australia menawarkan negosiasi bilateral mengenai batas laut dan zona ekonomi eksklusif setelah penandatangan pakta JPDA. Inilah barang kali signal yang ditangkap oleh Mari Amudin Bin Alkatiri, Perdana Menteri dan Jose Ramos Horta Menteri luar negeri Timor Lorosa’e bahwa jika kita mempersoalkan batas negara melalui pengadilan internasional itu berarti kita mau menyatakan perang dengan Australia. Kata Perdana Menteri “kita tidak bisa berperang melawan Australia dengan menggunakan perahu dayung dari Atauro” Apa pandangan UNTAET?Masyarakat Internasional memiliki anggapan bahwa celah Timor mengadung makna ekonomis yang cukup berarti bagi pengembangan sistem perekonomian Timor Lorosa’e. Celah Timor adalah sumber perekonomian yang telah terbukti secara teknologis melalui temuan kandungan minyak dan gas alam. Sumber minyak dan gas ini bisa dipakai untuk menjawab persoalan bangsa seperti pengangguran yang tinggi, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Jika Timor Lorosa’e memperoleh pendapatan dari minyak dan gas, ketergantungan Timor Lorosa’e pada negara-negara donor untuk membiaya kebutuhan-kebutuhan dasar bisa dikurangi. Catherina McKenna, penasehat hukum UNTAET untuk masalah Timor Gap dalam satu pertemuan dengan penulis mengkritik pemimpin Timor Lorosa’’e dengan mengatakan: “Banyak orang Timor Lorosa’e yang hanya memfokuskan diri pada Dewan Konstituante,politik dan lain-lain tetapi mereka tidak memfokuskan diri pada sumber daya minyak dan gas yang bisa menjawab permasalahan rakyat kecil seperti pengangguran, negosiasi yang tersendat-sendat...” IFM dan bank dunia dalam satu konferensi pers juga mengatakan bahwa perekonomian Timor Lorosa’e akan lebih baik setelah mengalirnya uang dari celah Timor dalam tiga tahun mendatang. Dengan demikian Timor Lorosa’e diprediksikan akan mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara donor. Terlepas dari mengalir atau tidaknya uang dari celah Timor, bagi UNTAET ada beberapa kepentingan yang harus dicapai dalam menjalankan misinya di Timor Lorosa’e. Dua diantaranya adalah; Pertama, meraih kesuksesan bagi misinya dengan menciptakan kondisi keamanan, politik, ekonomi bagi kelanjutan proses pembangunan negara ini. Kesuksesan itu bisa diukur dengan menciptakan;
Untuk maksud tersebut, PBB melalui UNTAETnya atas nama Timor Lorosa’e memulai proses negosiasi mengenai pembagian pendapatan dari minyak dan gas di celah Timor dengan Australia. Tindakan ini merupakan satu langkah strategis untuk merealisir dua kepentingan misi UNTAET/PBB di atas. Dari langkah-langkah strategisnya itu, PBB berhasil menciptakan dua kerangka legal untuk melajutkan eksplorasi minyak dan gas bersama dengan Australia dan pembagian pendapatan. Kerangka legal ini menjadi jembatan bagi Timor Lorosa’e untuk berlayar ke celah Timor dalam mengambil hasil pembagian pendapatan minyak dan gas. Kedua kerangka legal yang dimaksud antara lain; 1]. Mengadakan pertukaranNota/Exchange Note dengan Australia. Pertukaran Nota ini mengandung arti bahwa Australia mempersilakan Timor Lorosa’e untuk duduk di kursi ilegal yang diduduki oleh Indonesia pada saat mencuri minyak dan gas di celah Timor. Melalui pertukaran nota ini, Timor Lorosa’e langsung memperoleh 50% dari pendapatan minyak dan gas. Hasil dari 50% itulah Timor Lorosa’e mengantongi uang dari minyak sebesar kurang lebih US$ 7 juta. 2]. Memfasilitasi pembuatan Rancangan Perjanjian/Timor Sea Arrangement. Melalui Rancangan ini UNTAET dan Australia sepakat untuk memberi 90% hasil pendapatan minyak dan gas dari celah Timor kepada Timor Lorosa’e. Akhirnya rancangan ini diterima oleh pemerintah definitif Timor Lorosa’e menjadi Pakta, selanjutnya ditandatangani oleh Australia dan Timor Lorosa’e pada tanggal 20 Mei 2002, saat Timor Lorosa’e menerima kekuasaan dari PBB dan akan dibawa ke parlemen untuk diratifikasi. Bagi UNTAET kerangka legal yang dibuatnya itu adalah baik karena dengan pendapatan uang dari celah Timor sebesar 90% diprediksikan bisa menuntun pertumbuhan perekonomian Timor Lorosa’e. Sergio Viera de Mello, administrator UNTAET dalam acara perpisahannya dengan komunitas NGO/NGO forum mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Peter Galbraith dan Mari Alkatiri adalah baik bagi masa depan Timor Lorosa’e. Dia mengatakan “perjanjian itu adalah baik” karena itu dia sebagi administrator mendukung proses tersebut. Selain de Mello, Peter Galbraight, menteri kabinet transisi I dan II yang membidangi malasah politik dan negosiator Timor Gap juga memuji apa yang diraihnya bersama Mari Alkatiri dalam negosiasi dengan Australia. Galbraight dihadapan 88 anggota parlemen nasional Timor Lorosa’e mengatakan “kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi selama ini adalah kesepakatan yang paling baik” karena itu dia meminta kepada anggota parlemen untuk memikirkan persoalan Timor gap lebih realistik agar tidak kehilangan kesempatan. Namun menjadi pertanyaan bagi kita adalah mengapa UNTAET tidak menutup celahnya duluan, sehingga negara ini betul-betul merdeka dan berdaulat atas laut, darat dan udara? Jika Australia tidak mau menyelesaikan persoalan batas perairan negara sepanjang kesepakatan untuk mengeksplorasi minyak bersama selama 30 tahun masih berlaku, kapankah PBB mau menutup celah itu? Kapan Timor Lorosa’e mau menutup celah itu? Nampaknya PBB dan pemerintah Timor Lorosa’e tidak bisa berbuat apa-apa dalam penentuan batas perairan dan Zona Ekonomi Eksklusif bagi Timor Lorosa’e. Akibat dari itu, Australia dan Timor Lorosa’e sekarang tidak membuat pakta/kesepakatan tentang sengketa batas perairan dan zona ekonomi ekskluisf tetapi yang mereka sepakati adalah membagi kekayaan bersama tanpa menentukan siapa pemilik minyak dan gas di celah itu. Menyadari hal itu, maka Australia bahkan sangat bersih keras dengan posisinya bahwa penentuan batas perairan dan zona ekonomi eksklusif bukan persoalan prioritas yang harus diselesaikan dengan Timor Lorosa’e. Bagi Australia, eksplorasi bersama minyak dan gas di celah Timor adalah hal yang paling urgen untuk diselesaikan. Penyelesaian persoalan batas perairan akan dipertimbangkan di kemudian melalui negosiasi bilateral tetapi bukan melalui pengadilan. Dan lebih arogan lagi, negara itu menarik diri dari keanggotaan pengadilan internasional dan Konvensi Hukum Laut PBB. Mungkin Karena sikap Australia itulah, para negosiator ujung tombak kita seperti Mari Amudin Bin Alkatiri, sekarang Perdana Menteri dan Peter Galbraith mengeluh kepada rakyat di negeri ini. Mari Alkatiri sudah mengingatkan masyarakat Timor Lorosa’e lewat media masa dan elektronik bahwa kita tidak bisa berperang melawan Australia dengan menggunakan perahu dari Atauro. Sementara itu Peter Galbraith, yang menangani masalah politik Timor Lorosa’e dan Timor Gap pada masa transisi I dan II sudah mengaku dihadapan 88 anggota wakil rakyat di Dili. Dia mengatakan bahwa dia dan Mari Alkatiri pernah “diancam” oleh Australia ketika mereka melakukan perundingan tentang celah Timor. Apa panadangan Perusahaan perminyakan?Kata orang, pada umumnya perusahaan perminyakan mempunyai kekuasaan lebih besar dari pada pemerintah suatu negara yang memiliki minyak dan gas dalam menentukan kebijakan negara mengenai pengolahan sumber daya alam tersebut. Kekuasaan dan kebijakan mereka selalu diintervensi melalui institusi-institusi negara yang paling vital seperti deparatemen pertambangan dan energi, departemen perekonomian dan departemen pertahanan dan keamanan. Dr. Esperanza Martinez, koordinator internasional pemantau minyak/ Oil Watch dunia dalam sebuah pertemuan di Dili mengatakan “di negara-negara pemilik minyak seperti Colombia dan Nigeria, Ecuador dan lain-lain, perusahaan perminyakan selalu bekerja lebih dekat dengan menteri pertambangan dan energi dan pimpinan militer setempat”. Ia juga menambahkan bahwa Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kerena kedekatan mereka ini, perusahaan perminyakan sampai menentukan menteri pertambangan dan energi, mendikte kebijakan lingkungan hidup, menggunakan para komandan militer untuk melindungi perusahaan dan kilang minyak mereka yang ada disekitar pemukiman rakyat. Jika kita menganalisa proses penyelesaian legal di celah Timor sekarang ini, nampaknya perusahaan perminyakan yang besar seperti Phillip Petroleum, Shell, Woodside, Santos dan lain-lainnya lebih suka berunding dengan Australia dan bekerja sama dengan Australia dalam mempercepat proses penanganan celah Timor. Kerja sama ini kita bisa lihat melalui kebijakan-kebijakan yang mereka buat mengenai pengolahan minyak dan gas di celah Timor. Ada beberapa hal yang menjadi indikasi menuju ke arah itu antara lain; 1]. Mendesak pemerintah kedua negara agar Pakta 20 Mei harus diratifikasi secepatnya dengan demikian bisa memberikan kerangka legal bagi mereka untuk melanjutkan eksplorasi dan eksploitasi. 2]. Perusahaan perminyakan seperti Philip Petroleum menghendaki kilang minyak dan gas dibangun di Darwin, Australia. Keinginan ini diperkuat dengan argumen teknologis bahwa pipa tidak bisa ditarik ke Timor Lorosa’e karena; kedalaman laut, ada jalur gempa bumi, kondisi ekonomi Timor Lorosa’e, dan fasilitas infrastruktur. 3] perbedaan kebijakan perpajakan antara Australia dan Timor Lorosa’e. Timor Lorosa’e menghendaki pajak yang lebih besar dikenakan pada perusahaan perminyakan di celah Timor, sementara itu Australia mengenakan pajak yang lebih rendah dari pada Timor Lorosa’e terhadap perusahaan. Akibatnya perusahaan perminyakan lebih memilih bekerja sama dengan Australia dibandingkan dengan Timor Lorosa’e. Kebijakan Australia ini membuat Timor Lorosa’e tidak berdaya untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor ini. Apa yang bisa kita lakukan?Apabila kita menganalisa pernyataan para unjung tombak negosiator kita seperti Mari Amudin Bin Alkatiri dan Peter Galbarigth, nampaknya mereka sedang mengeluh dihadapan masyarakat Timor Lorosa’e bahwa mereka sedang menghadapi kenyataan yang paling sulit dalam proses penentuan kedaulatan negara dan kekayaan alam negara RDTL di Timor Gap. Peter Galbraigth, politisi kawakan PBB berkebangsaan Amerika Serikat mengungkapkan kisahnya dihadapan 88 anggota parlemen dengan mengatakan bahwa mereka “diancam” oleh Australia dalam proses negoasiasi. Sementara itu Alkatiri, yang sekarang menjadi perdana menteri juga mengatakan kepada masyarakat Timor Lorosa’e bahwa kita tidak menghendaki perang dengan Australia dan karena “kita tidak bisa berperang melawan Australia dengan menggunakan perahu dayung dari Atauro”. Jika dalam proses negosiasi saja, pejabat PBB dan Timor Lorosa’e sudah mengeluh kepada masyarakat Timor Lorosa’e bahwa mereka “diancam” oleh Australia, lalu bagaimana kita mengatakan kepada dunia dan anak cucu kita bahwa pencapaian 90% itu adalah yang paling baik dan paling menguntungkan? Jika ini adalah kenyataan yang sedang kita hadapi, dan keyataan ini sedang mempersulit proses penentuan legal penyelesaian Timor gap, mengapa kita memulai? apakah adil dan bijak kita membagi kekayaan tanpa mengetahui siapa pemilik kekayaan itu? Jika apa yang dikatakan oleh kedua negosiator itu betul, maka kesepakatan yang diterima oleh Timor dan dimuat dalam P A K T A itu merupakan satu tindakan “Kepasrahan bukan Keuntungan”. Lalu, apa yang bisa dibuat oleh kita terhadap proses yang hampir mencapai garis finis ini, dimana proses itu sekarang sudah masuk di garis penalti ‘Ratifikasi’ oelh kedua parlemen, Australia dan Timor Lorosa’e. Mungkin hal urgen yang harus kita lakukan dalam waktu singkat adalah menuntun cakrawala pemikiran dan pemahaman kita pada; kesadaran dan tanggung jawab moral, nasionalisme dan semangat patriotisme kita dalam melihat proses; penentuan keadilan hukum, keadilan ekonomi dan sosial, dan keadilan ekologi di Timor Gap. Untuk merealisir hal tersebut, ada beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan oleh kita semua adalah: pertama, sebuah konsolidasi nasional antara elit-elit politik yang duduk dipemerintah, parlemen, partai oposisi, dan kelompok-kelompok masyarakat sipil untuk menyatukan persepsi tentang substansi persoalan celah Timor dalam perspektif negara RDTL dan penyelesaiannya. Kedua, Mengimplementasi dan memperjuangankan hukum laut nasional yang telah ditetapkan oleh parlemen nasional RDTL serta prinsip-prinsip hukum kelautan internasional lainnya. Ketiga, melepaskan atribut keangkuhan, grupuisme dan egoisme yang melekat pada diri kita masing-masing agar tidak menghambat proses penentuan keadilan hukum, keadilan ekonomi dan sosial, serta keadilan ekologi di Timor Gap. Keempat, jika esensi perjuangan kita adalah pencapaian kemerdekaan dan kedaulatan penuh di negara ini maka pemikiran dan ambisi tentang keberhasilan sistem dengan hentakan uang dari celah Timor harus diminimalisir sekecil mungkin. Kelima, negara kita belum berdaulat apabila kita tidak menutup celah yang ada di laut Timor itu. Jika celah itu tidak bisa ditutup, itu berarti Perjuangan Baru untuk mempertahankan “KEDAULATAN NEGARA ATAS LAUT, UDARA DAN DARAT” Sedang Menanti Kita. Keenam, menggalang opini publik tentang substansi persoalan celah Timor agar masyarakat lebih berpartisipasi dalam proses ini, dengan demikian bisa memantapkan konsep JPDA kita Joint Petroleum Development Area dalam bahasa rakyatnya disebut Jangan Pasrah Dengan Australia. Semoga!!! |
OilWeb produced by La'o Hamutuk, the East Timor Institute for Reconstruction Monitoring and Analysis |