La’o Hamutuk

Bulletin  |  Surat Popular  |  Topic index  |  Reports & Announcements  |  Updates
Reference  |   Presentations  |  Mission Statement  |  LH Blog  |  Search  |  Home

Explorasi Minyak dan Gas Bumi:
Implikasinya Terhadap Timor-Leste

Oleh Francisco da Costa Monteiro

 Penasehat, Divisi Sumberdaya Alam
Unit Penasehat Ekonomi dan Perencanaan
Kantor Kepresidenan Republik Demokratik Timor-Leste
Istana Abu, Rumbia, Cai-coli, Dili, Timor-Leste, + (670) 333 9011, ext 203, + (670) 724 9085 (mobile)
francisco@easttimor.minhub.org atau frans_dacosta@yahoo.com

Paper presented to the workshop on Transparency and Accountability in Government, organized by the Democracy Council with support from USAID. Dili, 22-25 March 2004

Tujuan daripada Lokakarya ini:

  1. Untuk menyediakan kepada para peserta sebuah pemahaman awal mengenai konsep-konsep yang menjadikan Timor-Leste berpotensi mengandung petroleum (dilihat dari aspek geologi, sejarah explorasi baik itu di darat maupun di laut dan daerah-daerah prospektif).
  2. Untuk menyediakan kepada para peserta informasi-informasi mengenai pengelolahan petroleum di Timor-Leste (di Laut Timor) yang sedang berlangsung, bagaimana dimulai, apa nama-nama langan minyak dan gas bumi, berapa banyaknya kandungan buat Timor-Leste dilihat dari dua skenario yang berbeda, proses-proses yang berlangsung, siapa pihak-pihak yang terlibat, dan apa implikasi-imlikasi dari pengelolahan tersebut.

BAGIAN 1: POTENSI PETROLEUM DAN SEJARAH EXPLORASI

1.1 Geologi dan Potensi Petroleum Timor-Leste

Timor-Leste sebagai bagian dari pulau Timor adalah merupakan sebuah zona yang disebut tumbukan-perlipatan (thrust-fold belt)[1], artinya sebuah zona rangkaian dimana dua lempeng besar bertemu, lempengan kontinen Australia dan lempengan Arc Kepulauan Banda. Sebuah “Lempengan” adalah blok besar daratan, yang pada dasarnya berpindah-pindah tempat diatas litosfer yang plastis (mantle atas) dan dengan ketebalan berkisar 20-35 km. Benturan antara dua lempeng ini terjadi ketika bagian paling jauh dari lempengan kontinen Australia sampai pada zona subduksi, sekarang berada di utara Timor, dan bertemu dengan arc kepulauan (Wetar-Atauro-Alor-Kisar, dll). Kejadian in menyebabkan bagian paling jauh dari sediment-sedimen lempeng kontinen Australia terkuras dan terinkoperasi dengan bagian dari Banda arc, tertempatkan diatas bagian terlipat dari sedimen-sedimen proximal kontinen Australia.

Perlipatan dan “thrusting” unit-unit sediment bisa menyebabkan terbentukknya perangkap struktur terhadap hidrokarbon/petroleum yang telah ada. Dalam konteks inilah mengapa Timor-Leste bisa berpotensi untuk menyimpang jumlah besar cadangan minyak dan gas bumi. Akan tetapi, sebelum ini terjadi, batuan-batuan proto-Timor sebelum terjadiny benturan sudah harus mempunyai batuan yang bisa menghasilkan hidrokarbon, “source rocks”, dan batuan-batuan yang bisa menyimpang hidrokarbon dalam pori-porinya, “reservoir rocks”. Batuan “source rocks” yang mengandung persentase tinggi dari material organic harus termasak secara termal melalui proses penindihan dan waktu geologi. Semua kondisi-kondisi diatas terdapat di Timor-Leste dan zona laut selatan (Laut Timor).

Timor-Leste bisa dianggap sebagai bagian daripada kontinen margin Australia yang telah menerima sediment-sedimen sejak paling tidak sekitar 260 Juta Tahun Yang Lalu (mya), zaman Perm, dan Laut Timor, yang terletak di bagian Utara Cekungan Bonaparte telah menerima sediment-sedimen sejak zaman Devon sekitar 400 Juta Tahun Yang Lalu[2].  Cekungan Timor/ Timor Through dengan kedalam laut berkisar dari 1500 sampai 3000 meter adalah sebuah “foreland basin” yang aktif dan terbentuk sebagai isostatik respon terhadap kerak yang terbebani di utaranya, yaitu Pulau Timor.

Sejarah Geologi

Sejarah geologi Pulau Timor dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Timor dulu sebagai bagian dari margin kontinen Australia dimana sediment-sedimen terdeposit sejak zaman Perm (260 mya), dan sejak zaman Devon (400 mya) di Laut Timor.

  2. Depocenter atau pusat sedimentasi Timor waktu itu berada dibagian utara continental shelf of Australia.

  3. Pada zaman Jurassic (sekitar 200-150 mya) area tersebut mulai tersegmentasi dan kerak oceanic mulai terbentuk ketika rifting dan drifting mulai terjadi di North West Shelf of Australia. Kejadian ini membentuk kerak oceanic yang terletak di bagian utara proto-Pulau Timor.

  4. Sebagai respon terhadap pembukaan Laut Tasman antara Australia and Selandia Baru (sekitar 80 mya), lempeng Australia mulai bergerak kearah utara dan mensubduksikan bagian paling awal dari lempeng Australia yang waktu itu terdiri dari kerak oceanic yang baru terbentuk. Subduksi in dibawah ark kepulauan membentuk apa yang sekarang dikenal sebagai Banda Island Arcs (Wetar-Atauro-Alor-Kisar, etc). Subduksi ini juga menyebabkan magma terbentuk dibagai arc kepulauan dan tererupsi sebagai gunung api, misalnya gunung api pulau Atauro.

  5.  Australia terus bergerak ke utara dan pada akhirnya bagian paling luar daripada kerak kontinen Australia (yang mana sebagian darinya sekarang membentuk batuan-batuan di bagian utara Timor-Leste) sampai pada zona subduksi. Oleh karena sifat batua kontinen yang relative lebih ringan, maka lempeng kontinen tidak dapat masuk kedalam zona subduksi tetapi berbentur dan sebagian sediment terkupas dan terinkoperasi dengan batuan Banda Arc yang ter-overthrusted diatas sediment kontinen Australia yang relative koheren dan proximal (batuan di bagian tengah dan selatan Timor-Leste).

  6. Benturan/kolisi ini menyebabkan kegunung-apian berhenti. Pengangkata yang cepat terjadi karena lempengan kontinen, Pulau Timor yang terbentuk pada saat itu, mulai muncul diatas permukaan laut sebagai kompensasi atas penyesuaian isostatis. Sebagai respon terhadap kejadian ini, di bagian selatan terjadi “downwrapping or buckling down” yang cepat dari kerak kontinen membentuk apa yang dikenal sekarang sebagai Cekungan Timor/Timor Trough. Pada dasarnya Cekungan Timor adalah sebuah cekungan foreland daripada Timor Fold-Thrust Belt.

  7. Lebih ke bagian selatan di area Laut Timor, benturan/kolisi menyebabkan terjadinya reaktifasi dari struktur-struktur geologi/sesar yang sudah ada sebelumnya.

 Secara ilustratif sejarah geologi Timor-Leste/Pulau Timor bisa digambarkan sebagai berikut:

1.2 Sejarah Explorasi

      1.2.1 Daratan/Onshore

Explorasi petroleum daratan/onshore dimulai sejak awal tahun 1900-an. Sumur explorasi yang paling awal dibor di Aliambata sedalam 140 m pada 1910; di Pualaca; dan di daerah Suai di  Ranuc, Matai pada tahun 1914[5].  Semua sumur ini dibor dengan berdasarkan temuan rembesan minyak dan gas bumi disekitarnya. Sumur Aliambata pertama dilaporkan mengalirkan minyak bumi dengan kecepata aliran 37 barrels of oil per hari pada kedalaman 100 m[6]. Selama okupasi Indonesia (1975 to 1999) sangat sedikit perhatian diberikan pada explorasi di daratan Timor-leste, karena situasi keamanan pada waktu itu.

1.2.2        Laut/Offshore

Explorasi petroleum di laut/offshore dimulai sejak tahun 1960-an di daerah Laut Timor dengan pemberian ijin explorasi dari pemerintah Australia kepada perusahan anak Burmah-Woodside Subsidiary (BOCAL). Explorasi dihentikan sejak 1975 karena perubahan-perubahan politik di Timor-leste dan dilanjutkan pada tahun 1992 setelah Indonesia dan Australia menandatanggani sebuah Perjanjian di tahun 1989 untuk mengexplorasi dan mengembangkan daerah tersebut secara bersama.

Buah explorasi tersebut dating pertama kali ketika pengemboran sumur penemuan Elang-1 di Celah Timor Zona Pengembangan Bersama selesai pada bulan Februari 1994 dan mencatat  aliran minyak bumi 5,800 barrels per hari. Sumur penemua Elang-1 ini bisa dianggap sebagai langkah awal menuju penemuan-penemuan lain di Area Pengelolahan Bersama (JPDA).  Penemuan sumur Elang-1 dimulai dengar pemberian ijin contract/PSC untuk ZOCA 91-12 kepada Petroz dan perusahan Joint Venturesnya Februari 1991. Dalam PSc tersebut termasuk persyaratan program kerja minimum penyelidikan seismic dan dua sumur explorasi. Dengan penemuan Elang-1membuktikan bahwa system pembentukan minyak bumi ada di bagian barat  ZOC (sekarang JPDA). Potensi area tersebut terkonfirmasi pada akhir tahun 1994 dengan penemuan-penemuan di sumur Kakatua-1, dan Laminaria-1 di sekitarnya.

1.3 Daerah/Area-area Prospektif

1.3.1        Daratan/Onshore

Dengan memakai model system fold-thrust belt sebagai cara terbentuknya Timor-Leste maka keadaan bawah permukaan pulau ini mungkin sangat berpotensi menyimpan cadangan hidrokarbon. Hal ini disebabkan karena antiklin-antiklin yang terbentuk sebagai akibat daripada perlipatan pada batuan sedimen kontinen Australia yang ada, terkenal dalam literature sebagai perangkap struktur yang baik. Antiklin Cribas, Antiklin Bazol, Antiklin Aliambata, and Antiklin Aituto, adalah beberapa manifestasi permukaan daripada struktur-struktur yang dimaksud. Sudah banyak diketahui bahwa zona pantai selatan adalah area yang sangat prospektif buat explorasi hidrokarbon. Memang, adalah benar, dengan pandangan bahwa kedapatan rembesan-rembesan minyak dan gas bumi seriing ditemukan sepanjang zona ini. Akan tetapi, perlu diingat bahwa, keberadaan rembesan-rembesan minyak dan gas bumi tidak selalu harus berarti deposit/reservoir minyak dan gas bumi tersebut terletak persis dibawah permukaan rembesan tersebut. Rembesan-rembesan tersbut bisa saja berasal dari minyak dan gas bumi yang datang dari jauh melalui zona lemah diantara batuan seperti kekar/sesar. Struktur-struktur dome besar seperti di daerah Betano[7], Baucau, dan Lospalos juga perlu menjadi target prospek explorasi.

1.3.2        Laut/Offshore

Berdasarkan sejarah geologi Pulau Timor yang menempatkan bagian laut utara Timor-Leste sebagai zona benturan/kolisi, maka penemuan-penemuan petroleum yang penting bisa diabaikan dari daerah ini. Laut antara Pulau Timor dan Wetar-Atauro, mungkin telah diisi oleh sediment-sedimen gunung-api dan sediment klastik kasar yang berasal dari erosi batuan metamorfik yang berada di bagian utara Pulau Timor.  Bisa dinterpretasi bahwa sangat sedikit material organik yang mungkin dikandung oleh sediment-sedimen tersebut. Kalaupun material organic cukup banyak, umur relative muda daripada cekungan ini menghambat terjadinya pematangan termal material-material organic tersebut menjadi hidrokarbon. Oleh sebab itu daerah laut utara Pulau Timor tidak prospetif untuk explorasi petroleum.

Akan tetapi, tidak sebagaimana laut utara, bagian laut selatan Timor-Leste dikenal sebagai daerah yang sangat prospektif untuk explorasi petroleum. Hidrokarbon bukan hanya telah terbentuk dari sediment-sedimen margin kontinen Australia yang telah ada sebelumnya dan membentuk basement/batuan dasar di daerah ini, tetapi juga sediment-sedimen syn-kolisional (sediment yang diendapkan ketika terjadi benturan) juga mengandung banyak material organic yang mungkin telah mengalami pematangan termal karena penindihan-penindihan unit-unit batuan diatasnya ketika terjadi penembalan kerak oleh karena “thrusting”.

Daerah laut selatan ini dapat dibagi menjadi tiga area, yaitu area di bagian selatan Cekungan Timor/Timor Trough, yang dekat dengan sumur-sumur minyak dan gas bumi yang ada (utara daripada JPDA); area-area yang sedang disengketakan, misalnya JPDA; dan area-area bagian utara Cekungan Timor/Timor Trough, dekat ke daratan Timor-Leste. Area yang terakhir ini mungkin mengandung cadangan hidrokarbon yang sangat besar yang terperangkap didalam “Triangle Zones” yang biasanya berasosiasi dengan zona fold-thrust belt sebagaimana di zona  fold-thrust belt di Alberta, yang mengandung cadangan raksasa hidrokarbon di bagian Sealatan  Southern Kanada[8] .

BAGIAN 2: PENGELOLAHAN PETROLEUM YANG SEDANG BERLANGSUNG DAN IMPLIKASI-IMPLIKASINYA BUAT TIMOR-LESTE

2.1 Negosiasi-Negosiasi Laut Timor (dengan Australia)

2.1.1 Sejarah Negosiasi

Satu-satunya area yang sedang dikelolah cadangan minyak dan gas buminya di Timor-Leste adalah di daerah pengelolahan bersama di Laut Timor. Area pengelolahan bersama ini telah ditentukan melalui proses yang sangat berpelik, memakan waktu yang lama, dan sangat sulit balik pada periode okupasi Indonesia di Timor-Leste.

Yang sekarang dikenal sebagai Area Pengelolahan Petroleum Bersama/Joint Petroleum Development Area (JPDA), adalah sebuah nama yang diberikan kepada zona kerjasama A/Zone Of Cooperation A (ZOCA) yang dulunya ditentukan dibawah Perjanjian Laut Timor/Timor Gap Treaty tertandatanggani oleh Australia dan Indonesia di tahun 1989. Proses dan negosiasi-negosiasi yang mengarah kepada pembentukan area pengelolahan bersama[9] ini dapat dirangkum sebagai berikut:

  1. Australia dan Indonesia bernegosiasi dan menarik perbatasan laut pada 1972, berdasarkan klaim Australia akan “natural prolongation of continental shelf”. Dan Cekungan Timor/Timor Trough dianggap sebagai batas akhir natural prolongation of Australian continent. (Tapi klaim ini sekarang harus dibuang dan tidak berlaku lagi karena model geologi pembentukan Pulau Timor tidak menjukkan bahwa cekungan Timor/Timor Trough adalah akhir daripada Australian natural prolongation/continental margin).

  2. Garis-garis batas laut tersebut berhenti di bagian barat dan timur daripada JPDA sekarang karena Portugal, yang pada waktu itu sebagai autoritas di Timor-Leste, menolak untuk bernegosiasi dengan Australia untuk mengisi celah tersebut, maka muncullah area celah yang dikenal dengan Celah Timor/ Timor Gap.

  3. Pada tahun 1978, dengan perubahan-perubahan politik di Timor-Leste, Australia menjadi satutunya Negara barat yang mengaku secara de jure pendudukan Indonesia di Timor-Leste dan memulai negosiasi dengan Indonesia untuk menutup celah tersebut dengan menghubungkan titik titik garis 1972 yang telah terhenti di bagian barat dan timur Celah Timor.

  4. Tetapi Indonesia mulai menolak dan berpendapat bahwa hukum dan praktek internasional sudah berkembang dan lebih memihak pada cara penyelesaian mid-line/ garis tengah sebagai solusi buat dua negara. 

  5. Karena kedua negara mulai klaim dengan dasar yang berbeda dan berkonflik, maka disepakati bahwa pengelolahan cadangan petroleum di daerah tersebut harus dilakukan bersama melalui pembentukkan sebuah zona kerjasama bersama/Zone Of Cooperation (ZOC) yang seharusnya memasukkan semua daerah yang disengketakan. Akan tetapi, ternyata batas-batas lateral dari zona kerjasama tersebut telah secara salah atau mungkin “secara sengaja salah” ditentukan sehinga dewasa ini membuat proses penentuan batas-batas di daerah ini semakin rumit.

  6. Perjanjian untuk kerjasama ini ditandatanggani pada tahun 1989, dan dipanggil Perjanjian Laut Timor/Timor Gap Treaty. Zona kerjasama dibagi menjadi zona A, B, C, melingkupi area sebesar kurang lebih 62,000 km square. Zona ini dibatas di bagian utara dengan padangan Australia akan batas laut yang benar, dan dibatasi di bagian selatan dengan klaim Indonesia akan 200 nautical miles.

  7. Degan kemerdekaan Timor-Leste baru-baru, dan dengan demikian kekuasaannya terhadap dearah Laut Timor/Timor Gap, maka Timor-Leste masuk dalam diskusi dengan pemerintah Australia.

  8. Pada bulan Oktober 1999, UNTAET sebagai otoritas sementara di Timor-Leste, atas nama negara setuju dengan Australia melalui Pertukaran Nota/ Exchange of Notes untuk tetap melanjutkan Perjanjian Laut Timor/Timor Gap Treaty.

  9. Sebagai penyelesaian sementara, perjanjian tersebut memungkinkan perusahan-perusahan yang menginvestasi di area Laut Timor tetap melanjutkan aktivitas explorasi dan exploitasi.

  10. Pada akhir tahun 2000, negosiasi mulai diarahkan untuk mencapai suatu perjanjian yang dapat mengantikan persetujuan sementara yang pada waktu itu akan segera berakhir masa berlakunya pada saat kemerdekaan formal Timor-Leste.

  11. Pada bulan Juli 2001 Administrasi Transisi Timor-Leste (ETTA) menandatanggani sebuah Memorandum of Understanding dengan Australia untuk mengusulkan sebuah persetujuan yang mungkin pantas diadopsi sebagai suatu Perjanjian/Treaty, Perjanjian Pengaturan Laut Timor/Timor Sea Arrangement, yang mana membentuk area kerjasama bersama yang disebut Joint Petroleum Development Area diatas area A  ZOC, tetapi merubah pembagian revenue menjadi 90:10 buat Timor-leste.

  12. Dibawah usulan Pengaturan Laut Timor/Timor Sea Arrangement tersebut, lapangan gas Greater Sunrise akan disatukan dengan dasar 20% masuk dalam JPDA, dan sisanya 80% jatuh dalam jurisdiksi laut Australia yang didefinisikan pada tahun 1972.

  13. Negosiasi untuk unitisasi/penyatuan berlanjut menuju pada tangal  20 Mei 2002, dan Timor-Leste mulai berargumen bahwa Greater Sunrise bisa semuanya jatuh kedalam jurisdiksi laut Timor-Leste kalau Hukum Laut Internasional dipakai. Dan Timor-Leste siap untuk membawah kasus ini ke International Court of Justice (ICJ).

  14. Dalam iklim ini Australia pada bulan Maret 2002, menarik diri dari ICJ and the International Tribunal on the Law of the Sea (ITLOS).

  15. Pada hari kemerdekaan formal Timor-Leste, 20 Mei 2002, Pemrintah Timor-Leste menangdatanggani Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty, yang sebenarnya sama saja dengan Pengaturan Laut Timor/Timor Sea Arrangement. Ketika perjanjian tersebut masih menunggu ratifikasi parlemen, kedua pemerintah mengirim Pertukaran Nota Dinas/Exchange of Notes untuk memungkinkan pengelolahan aktivitas di area ini dilanjutkan.

Figure 1.Area-area pengelolahan bersama di Laut Timor dan lapangan minya dan gas bumi. Perhatian! Lapangan minyak dan gas bumi besar seperti Laminaria-Carolina & Buffalo, and Greater Sunriseberada diluar JPDA tetapi sebenarnya masuk dalam jurisdiksi laut Timor-Leste kalau prinsip garis-tengah/midline UNCLOS dipakai. Laminaria-Carolina and Buffalo sementara ini dieksploitasi oleh Australia sendirian. Greater Sunrise sementara ini hanya dimasukkan 20,1% di JPDA dan 79,9% jatuh dalam laut yang diklaim Australia sebagai miliknya.  Semua lapangan yang ada sebenarnya harus dibawah jurisdiksi laut Timor-Leste bila batas laut ditentuakan dengan prinsip midline (garis putus-putus tebal). Gambar dimodifikasi dari Buletin La’o Hamutuk.

2.1.2 Status Negosiasi

Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty adalah interim agreement/kesepakatan sementara menunggu sampai penentuan batas laut permanent terakhir ditentukan. Perjanjian ini tidak menghambat negosiasi-negosiasi masa depan tentan batas-batas laut kedua negara, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Perjanjian[9]:

“Nothing contained in this Treaty and no acts taking place while this Treaty is in force shall be interpreted as prejudicing or affecting Australia’s or East Timor (Timor-Leste)’s position on or rights relating to a seabed delimitation or their respective seabed entitlements”

Dengan pemikiran ini, dan setelah persetujuan parlemen Timor-Leste akan Hukum Zona Maritime Timor-Leste pada tanggal 23 Juli 2003 yang mengklaim zone ekonomi exklusif (EEZ) dan continental shelf sejauh 200 nautical miles dari pangkal pantai Timor-Leste[10], pemerintah memulai negosiasi mengenai penentuan batas laut permanen. Pada tanggal 12 Nopember 2003, ronde pertama negosiasi dimulai di Darwin, dimana Timor-Leste mengusulkan pertemuan berlangsung setiap bulan dan supaya ditentukan jadwal yang pendek dan pasti mengenai penyelesaian isu ini selama 3 sampai 5 tahun. Akan tetapi, Australia telah menunjukkan keenggananya untuk menyelesaikan masalah ini dengan hanya setuju terhadap dua kali pertemuan per tahun dan menggunakan alas an kekurangan sumberdaya sebagai alas an utama untuk menolak frekuensi pertemuan yang lebih sering. Pertemuan negosiasi berikut akan berlangsung di Dili pada tanggal 19th-22nd April 2004.

Figure 2. Timor-Leste Maritime Zones showing the limits of the EEZ & Continental Shelf before applying Article 33 of the Charter of United Nations. Courtesy of Government of Timor-Leste (Timor Sea Office).

 

 

Posisi Timor-Leste dalam negosiasi-negosiasi ini jelas, yaitu bahwa:

  1. Timor-Leste tidak mewarisi batas laut dari kekuasaan-kekuasaan colonial dulu. Timor-Leste secara aktif mencari untuk bernegosiasi dengan kedua tetangga negara, Australia dan Indonesia, untuk menentukan batas-batas laut dan darat. Negosiasi untuk menyelesaikan batas permanent laut di Laut Timor adalah salah satu langkah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan batas negara.

  2. Memiliki batas permanent laut terselesaikan akan memberikan kepastiaan buat exporasi dan exploitasi petroleum di area tersebut. Oleh karena itu, hal tersebut tidak hanya akan menguntungkan Timor-Leste tetapi juga para perusahan-perusahan yang kebanyakaan dari Australia, sehingga dengan demikian juga akan menguntungkan Australia.

  3. Timor-Leste mencari tidak lebih dari yang seharusnya menjadi miliknya dibawah prinsip-prinsip yang bisa diterima secara international, yaitu prinsip garis tengah/mid-line UNCLOS.

  4. Timor-Leste adalah negara yang kecil dan miskin, pengelolahan minyak dan gas bumi dapat menjadi satu-satunya sumber determinan pendapatan negara untuk membiayai pelayanan-pelayanan dasar di negara ini untuk decade-dekade yang akan datang. Menentukan status kepemilikan cadangan hidrokarbon yang ada di Laut Timor adalah sangat penting but Timor-Leste.

Akan tetapi, walaupun usaha-usaha dilakukan oleh Timor-Leste untuk mendorong agar negosiasi berjalan agak lebih cepat dengan mengusulkan pertemuan bulanan, Australia tampaknya tidak merespon secara positif. Hal ini telah menyebabkan banyak protes di dalam dan luar negeri yang berteriak dan menekan pemerintah Australia agar bertindak adil, jujur dan menyelesaikan isu ini dalam waktu yang dekat. Baru-baru ini sekitar 100 NGOs/LSM (local dan internasional) menulis ke Perdana Menteri Australia untuk menetukan jadwal yang tetap dan pendek buat negosiasi[11], kemudian dilanjutkan dengan koalisi LSM Thailand yang juga menyerukan kepada Australia untuk bertindak jujur dan adil, terakhir adalah surat yang dikirim oleh 53 anggota Kongres Amerika Serikat yang menyatakan bahwa Australia terlalu lambat dalam bernegosiasi dan meminta agar Australia secara mantap dan cepat bernegoasiasi dengan Timor-Leste.

Keengganan di bagian Australia ini memunculkan kekawatiran-kekawatiran yang sebenarnya dulu sudah muncul ketika negosiasi mengarah kepada penendatangganan  Perjanjian Laut Timor/ Timor Sea Treaty. Banyak ahli pada waktu itu menyampaikan kekawatirannya bahwa Australia akan mengulur-ulur waktu sampai semua petroleum di area Laut Timor terkuras habis. Kekawatiran-kekawatiran ini semakin nyata.

2.2 Pengelolahan Laut Timor

2.2.1 Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty

Dibawah Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty, Designated Authority (DA) terbentuk dan bersama dengan Joint Commissioners (JC) yang terdiri dari dua anggota dari Timor-Leste dan satu dari Australia, kan mengatur dan melihat explorasi dan pengelolahan minyak dan gas bumi di area kerjasama/Joint Petroleum Development Area (JPDA). Dalam kasus-kasus, dimana keputusan tidak dapat diputuskan di tingkat DA dan JC, maka dapat disampaikan kepada Dewan Ministerial/MC, yang terdiri dari jumlah anggota yang sama antara kedua negara.

Walaupun, kebijakan dan arahan-arahan untuk pengelolahan petroleum di JPDA masih perlu didefinisikan dan diformulasikan dalam bentuk regulasi-regulasi, beberapa kebijakan yang krusial untuk pengelolahan di Laut Timor disebutkan dalam Perjanjian yang ada. Hal ini termasuk klausa-klausa mengenai ketidak-hambatan dari perjanjian ini terhadap penentuan batas laut di masa depan, dan pengutamaan pelatihan dan rekuitmen warga negara Timor-Leste, etc. Akan tetapi, pasal-pasal yang ada dalam Perjanjian ini, masih ahrus diterjemahkan dalam Hukum Pengelolahan Minyak Bumi/Petroleum Mining Code (PMC) and Production Sharing Contracts (PSCs).

Dalam PSCs  yang normal di negara-negara lain seperti di Indonesia, India, apara perusahan/kontraktor akan diminta untuk memberikan pelatihan dan memperkejakan warga negaranya dalam jumlah ration yang sudah ditentukan. Dan juga termasuk pengutamaan pengunaan barang-barang dan service yang ada didalam negara asalkan memenuhi standar yang ditentukan. Dan kompetetif.

Sampai sekarang, hampir sekitar 700 Juta US dollar telah terbelanjakan untuk aktivitas explorasi di Laut Timor JPDA, dan 1.8 Milyar US$ investasi capital pada jaringan pipa dan Pusat Pemrosesan Gas /LNG-Plant di Darwin. Tetapi sumber barang dan service dan tenaga kerja dari Timor-Leste dapat diabaikan. Kekurangan ini telah dianggap sebagai akibat daripada langkahnya sumberdaya manusia, sedikit produksi material dan service yang dapat ditawarkan oleh Timor-Leste. Akan tetapi, argument-argumen ini mengabaikan kenyataan bahwa pada tahun 1960-an, Indonesia ketika memulai untuk pertama kalinya Production Sharing Contracts dengan para perusahan dengan teguhnya telah dapat meminta para perusahan untuk melatih dan membantu mengembangkan kapasitas local. Kondisi sosio-ekonomi Indonesia, pada waktu itu, tidak telalu lebih menguntungkan daripada Timor-Leste sekarang.

Dibawah kondisi-kondisi PSC, Timor-Leste (pihak yang memberi kontrak) harus membayar 90% semua biaya explorasi, investasi capital, biaya operasional hari-hari, dan biaya lain yang berhubungan dengan proyek pengelolahan ditambah dengan memberikan bonus sebesar 90% darpada 127% kepada para perusahan yang menanam modalnya disana. Oleh karena itu, Timor-Leste seharusnya bisa meminta dan harus bisa meminta para perusahan untuk mengelolah minyak tersebut untuk lebih menguntungkan Timor-Leste daripada apa yang didapat sekarang. Latar belakang informasi tentang metode pembagian Production Sharing Contract sebagaimana didalam Perjanjian Laut Timor/Timor Gap Treaty adalah sebagai berikut:

Metode Pembagian

  1. Pertama, mengenai pembagian “First Trenche Petroleum” (FTP).

  2. Kedua, adalah “Cost Recovery”, ini adalah untuk memungkinkan para Kontraktor PSCs merekover semua modal yang telah ditanam di proyek tersebut.

  3. Ketiga, “Profit Petroleum”, yang memungkinkan pembagian produksi jika sisanya masih ada setelah semua biaya investasi telah terrekover.

First Trenche Petroleum (FTP)

FTP berjumlah 10% dari produksi petroleum selama 5 tahun pertama dan meningkat sampai 20% selama masih hidupnya proyek PSC tersebut. Pengatura spesifiknya adalah sebagai berikut:

A. Untuk minyak mentah dan condensate,  produksi sampai 50,000 barrels per hari, FTP akan dibagi dengan rasio 50:50 antara Joint Authority/sekarang Designated Authority (dalam hal ini bertindak sebagai Negara yang memberikan Kontrak) dan para Kontrator PSC (Perusahan-perusahan). Untuk produksi 50,000 sampai 150,000 barrels per hari, rasio pembagian adalah 60:40 antara Joint Authority/sekarang Designated Authority (dalam hal ini bertindak sebagai Negara yang memberikan Kontrak) dan para Kontrator PSC (Perusahan-perusahan) dan untuk produksi diatas 150,000 barrels per hari, rasio pembagian adalah 70:30 antara Joint Authority/sekarang Designated Authority (dalam hal ini bertindak sebagai Negara yang memberikan Kontrak) dan para Kontrator PSC (Perusahan-perusahan).

B. Untuk gas alam, FTP dibagi dalam rasio tetap yaitu 50:50 anatara Joint Authority/sekarang Designated Authority (dalam hal ini bertindak sebagai Negara yang memberikan Kontrak) dan para Kontrator PSC (Perusahan-perusahan).

Cost Recovery

Spesifikasi-spesifikasi cost recovery dibuat untuk memungkinkan para kontrator mengembalikan uang/modalnya yang telah ditanam untuk biaya operational dan investasi kapital ditambah dengan bunga yang cukup besar yaitu 127%. Yang dimaksud dengan biaya operasional adalah termasuk semua biaya explorasi, biaya operasi hari-hari, dan biaya administrasi.

Profit Petroleum

Ini adalah sebuah pembagian sisa produksi petroleum (setalah FTP dan cost recovery). Pembagian sisa produksi ini berdasarkan pada pengaturan pembagian yang sama antara Joint Authority/sekarang Designated Authority (dalam hal ini bertindak sebagai Negara yang memberikan Kontrak) dan para Kontrator PSC (Perusahan-perusahan) sebagaimana diatur dalam alokasi FTP.

Pengaturan-pengaturan ini dapat dirangkum sebagai berikut:

Component

Deskripsi

Formula Pembagian

FIRST TRENCHE PETROLEUM

Pertama, 10% dari produksi petroleum pada 5 tahun pertama, dan menjadi 20% setalah itu.

Pembagian 50:50 untuk produksi minyak bumi dan kondensate, produksi 50,000 barrels/hari, dan untuk semua gas.

Pembagian 60:40 untuk produksi antara 50,000 sampai 150,000 barrels/hari, dan 70:30 untuk produksi diatas 150,000 barrels/hari

COST RECOVERY PETROLEUM

Memungkinkan para kontrator mengembalikan uang/modalnya yang telah ditanam untuk biaya operational dan investasi kapital ditambah dengan bunga yang cukup besar yaitu 127%.

100% buat para Kontraktur PSC

PROFIT PETROLEUM

Sisa dari semua petroleumsetelah FTP dan Cost Recovery

Pembagian 50:50 untuk produksi minyak bumi dan kondensate, produksi 50,000 barrels/hari, dan untuk semua gas.

Pembagian 60:40 untuk produksi antara 50,000 sampai 150,000 barrels/hari, dan 70:30 untuk produksi diatas 150,000 barrels/hari

Sebagai contoh:

Jika pada tahun pertama sebuah lapangan minyak bumi memproduksi 100,000 barrels (bbls) minyak bumi per hari, maka FTP untuk Timor-Leste dikalkulasi dengan cara sebagai berikut:

bullet

Karena FTP untuk 5 tahun pertama adalah 10% dari jumlah produksi, maka menjadi 10,000 bbls/hari.

bullet

Karena jumlah produksi jatuh diantara 50,000 to 150,000 bbls/hari, maka pembagian FTP antara Kontraktors (para perusahan) dan Designated Authority (Timor-Leste dan Australia) adalah 40%:60%, jadi bagian Designated Authority adalah 6,000 bbls/hari.

bullet

Karena Timor-Leste mempunyai bagian 90% di Designated Authority, maka FTP Timor-Leste menjadi 5,400 bbls/hari

Sisanya 90,000 bbls/hari dipakai untuk pengembalian investasi/modal yang telah ditanamkan oleh para perusahan (recovery cost).

2.2.2 Lapangan Minyak dan Gas Bumi di Laut Timor/Timor Sea Oil and Gas Fields

Sedikitnya ada 6 sumur penemuan yang telah diketahui luas di JPDA Laut Timor. Sumur-sumur tersebut mengandung jumlah besar minyak dan gas bumi. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Laut Timor adalah zona gasprone [12], artinya lebih banyak penemuan gas. Dua domain utama dapat dibagi di area tersebut, yaitu domain barat yang merupakan zona minyak bumi, seperti Cekungan Vulcan, dan domain timur yang didominasi oleh penemuan-penemuan gas. Diantaranyanya adalah penuaman raksasa gas di Bayu Undan dan Greater Sunrise. Lapangan minyak dan gas bumi di Laut Timor adalah sebagai berikut:

LAPANGAN-LAPANGAN SEMUANYA ADA DALAM ZONA KERJASAMA JPDA

1. Elang Kakatua Kakatua North

Lapangan ini berada dalam JPDA, dengan PSCs 91-12, telah produksi minyak bumi sejak 1998, dan akan habis produksi pada tahun 2004 (terakhir didengar bisa sampai 2006/7). Jumlah produksi telah menurun dibawah 50.000 barrels (bbls) per hari pada tahun 2003. Perkiraan cadangan adalah sekitar 27 juta barrels (jtbls) minyak bumi. Dibawah Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty yang diaplikasikan di lapangan ini pada tanggal 20 Mei 2002, Timor-Leste memiliki lapangan ini 90 %. Akan tetapi karena pada saat itu cadangan lapangan ini telah berkurang sampai sekitar 90 % daripada cadangan awalnya ketika Perjanjian ini mulai berlaku, maka cadangan Timor-Leste yang terkalkulasi adalah sekitar 3 juta bbls minyak bumi (sebuah cadangan yang berharga sekitar 60 Juta US Dollar). Operator Lapangan ini adalah Conoco-Phillips.

2. Bayu Undan

Lapangan ini berada dalam JPDA, dengan PSCs 91-12 & 91-13, dan akan berproduksi pertama kali pada tahun 2004. Ada beberapa masalah teknis yang menundah produksi, tetapi aliran pertama terus menerus kondensate dan gas telah dilaporkan pada bulan Februari 2004. Perkiraan cadangan adalah 3.4 Trillion Cubic Feet (TCF) gas dan 440 juta bbls kondensate. Operator lapangan ini adalah ConocoPhillips dengan pembagian saham 56.72 %, Eni/Agip, Santos and Inpex Japan and Tokyo Gas dengan saham masing-masing 12.04 %, 10.64%, 10.52%, and 10.08. Gas akan dipipakan ke Pusat Pemrosesan Darwin, walaupun jarak kesana adalah lebih dari dua kali lipat ke Timor-Leste. Ingat! Pernyataan-pernyatan bahwa pipa melewati Cekungan Timor/Timor Trough secara teknis adalah tidak mungkin sudah kehilangan fondasi dan tidak berlaku lagi. Study oleh INTEC, perusahan pipa laut dalam dunia[13], baru-baru ini telah mengkonfirmasikan bahwa meletakkan pipa pada Cekungan Timir/Timor Trough adalah mungkin. Bahwkan sebenarnya, biaya pemasangan pipa ke Timor-Leste adalah 1.5 kali lebih murah daripada ke Darwin. Dibawah Perjanjian yang ada sekarang, Timor-Leste memiliki 90% dari lapangan ini, dengan demikian perkiraan cadangan Timor-Leste adalah 3.06 TCF (86.598 BCM) gas, and 396 juta bbls kondensate (sebuah cadangan yang berharga sekitar 14 Milyar US dollar). Akan tetapi, Timor-Leste telah setuju untuk kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan downstream dan aliran capital yang biasa berasosiasi dengan proyek-proyek pemasangan pipa dan Pusat Pemrosesan Gas/LNG plant. Bibawah prinsip garis tengah/midline UNCLOS, Timor-Leste memiliki 100% cadangan tersebut dan dengan demikian mempunyai lebih banyak lagi kekuasaan untuk mengontrol keputusan tentang dimana pipa dan pusat pemrosesan harus diarahkan.

3. Jahal-Kuda Tasi

Lapangan-lapangan ini berada dalam JPDA. Kombinasi cadangan dari penemuan Jahal-Kuda Tasi adalah sekitar 25.4 juta bbls minyak bumi. Rencana pengelolahan sedang ditunda sampai para operator menentukan jenis fasilitas penampungan minyak bumi/storage facility. Woodside adalah operator (40%), dengan Inpex Japan (35%), dan Santos (25%). Dengan Perjanjian sekarang, Timor-Leste memiliki 90% dari cadangan dan dengan demikian perkiraan cadangan buat Timor-Leste adalah 22.8 juta bbls of oil (sebuah cadangan yang berharga 684 Juta US Dollar). Dibawah prinsip garis tengah/midline UNCLOS, Timor-Leste memiliki 100% cadangan lapangan ini.

LAPANGAN DILUAR ATAU SETENGAH DIDALAM ZONA JPDA, TETAPI JATUH DALAM DAERAH SENGKETA

4. Greater Sunrise

Lapangan ini berada kira-kira 20,1% dalam area JPDA, dan 79,9% jatuh dalam laut yang diklaim Australia. Timor-Leste bisa memiliki 100% lapangan ini dibawah prinsip garis tengah/midline UNCLOS. Lapangan adalah kombinasi dari dua lapangan, yaitu lapangan Sunrise dan lapangan Troubadour. Perkiraan cadangan adalah 7.6 TCF gas dan 300 juta bbls kondensate. Lapangan ini adalah lapangan gas terbesar yang pernah ditemukan di daerah ini. Lapangan ini akan dikelolah berdasarkan pada basis Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty dan International Unitisation Agreement (IUA)[14]. Rencana pengelolahan dan perjanjian komersialisasi belum ditentukan oleh para kontraktor. Operator adalah Woodside Petroleum (33.4%), dengan Shell, ConocoPhillips, and Osaka Gas masing masing mempunyai saham 26.6%, 30%, and 10%. Woodside dan Shell menyusulkan teknologi baru pemrosesan gas di laut, sebuah teknologi mengambang (FLNG) yang belum teruji dan bersiko tinggi serta sangat mahal. Conoco-Phillips lebih suka memasang pipa ke Darwin dan memproses gas di darat. Tidak ada diantara perusahan-perusahan tersebut yang pernah mempertimbangkan kemungkinan membawah pipa dan LNG-plant ke Timor-Leste, walaupun jarak dari Greater Sunrise adalah dua kali lebih pendek ke Timor-Leste daripada ke Darwin. Dengan Perjanjian yang ada sekarang, Timor-Leste hanya memiliki 18% lapangan ini, dan dengan demikian perkiraan cadangan buat Timor-Leste adalah sekitar 1.4 TCF gas (39.62 BCM) dan 59.4 juta bbls kondensate (sebuah cadangan yang berharga sekitar 4 Milyar US Dollar), tetapi tidak mempunyai atau sedikit sekali kekuatan untuk mengontrol keputusan akan jenis pengelolahan.

5 Laminaria-Carolina

JPDA

Lapangan ini berada diluar area JPDA tetapi masuk dalam daerah sengketa. Sementara ini diexploitasi oleh Australia secara sendirian dan telah memulai produksi sejak Nopember 1999. Produksi diperkirakan akan habis pada tahun 2004. Woodside[15]adalah operator utama. Cadangan diperkirakan sekitar 178 juta bbls minyak bumi (sebuah cadangan berharga  sekitar  5.34 Milyar US$).

Figure 3.  Lapangan-lapangan penemuan di Laut Timor dan Cekungan Australia Barat Sumber: www.hydrocarbon-technology.com

 

Dibawah Perjanjian yang ada sekarang, Timor-Leste tidak mempunyai bagian sama sekali, sehingga cadangan buat Timor-Leste adalah kosong (0). Sesuai dengan UNCLOS, Timor Leste bisa mempunyai  100 % cadangn lapangan ini.

6. Buffalo

Lapangan ini berada diluar area JPDA tetapi masuk dalam daerah sengketa. Sementara ini diexploitasi oleh Australia secara sendirian dan telah memulai produksi sejak tahun 1999. Produksi diperkirakan akan habis pada tahun 2004. BHP adalah operator utama. Cadangan diperkirakan sekitar 32 juta bbls minyak bumi (sebuah cadangan berharga  sekitar  960 Juta US$). Dibawah Perjanjian yang ada sekarang, Timor-Leste tidak mempunyai bagian sama sekali, sehingga cadangan buat Timor-Leste adalah kosong (0). Sesuai dengan UNCLOS, Timor Leste bisa mempunyai  100 % cadangn lapangan ini.

Table 1. Perbandingan cadangan dan harga cadangan buat Timor-Leste dibawah dua scenario yang berbeda

I. Dibawah Perjanjian sekarang

II. Dibawah prinsip garis tengah UNCLOS

Catatan

Lapangan

Cadangan

Nilai Uang

Cadangan

Nilai Uang

Nilai uang dikalkulasi sebelum biayi operasional dan bagian para perusahan 

1. Elang Kakatua Kakatua North

3 juta bbls minyak bumi

90 juta US$

27 juta bbls

810 juta US$

2. Bayu Undan

3.06 TCF gas, dan 396 juta bbls kondensate

14 milyar US$

3.4 TCF gas dan 440 juta bbls kondensate

16 milyar US$

3. Jahal-Kuda Tasi

22.8 juta bbls minyak bumi

684 juta US$

25.4 juta bbls minyak bumi

762 juta US$

4. Greater Sunrise

1.4 TCF gas, dan 59.4 juta bbls kondensate

4 milyar US$

7.6 TCF gas, dan 300 juta bbls kondensate

21 milyar US$

5. Laminaria-Carolina

0 (zero) cadnagan  untuk Timor-Leste

0 (zero)

178 juta bbls minyak bumi

5. 34 milyar US$

6. Buffalo

0 (zero) cadangan untuk  Timor-Leste

0 (zero)

32 juta bbls minyak bumi

960 juta  US$

Perhatian!

Formula-formula yang dipakai untuk menghitung harga cadangan hidrokarbon:

1. Produk Gas:

…….US$ = Kandungan Panas Produk Petroleum (dalam MMBtu/bbl) x Cadangan (bbl) x Harga rata-rata gas 3 tahunterakhir (US$)

Kandungan Panas untuk :    -     Minyak mentah  adalah 5.8 MMBtu/bbl

-         Kondensate adalah  5.418 MMBtu/bbl

-         Gas Alam adalah 3.735 MMBtu/bbl

Harga gas rata-rata  adalah US$ 3 per  MMBtu

2. Produk Kondensate:

………US$ = Cadangan (bbl) x Harga kondensate rata-rata

Harga rata-rata kondensate dipakai US$ 20 per bbl

3. Produk Minyak Mentah :

………US$ = Cadangan (bbl) x Harga rata-rata Minyak Mentah

Harga rata-rata minyak mentah dipakai  US$ 30 per bbl

Konversi:

1Trillion Cubic Feet (TCF) gas adalah sekitar  176.7 juta barrel (jtbbls) of oil equivalent (BOE).

1 Barrel (bbl) adalah sekitar 159 liters (l)

1 Cubic Feet  (CF) adalah sama dengan 0.0283 cubic metres (CM)

1 Barrel adalah sama dengan  0.15 cubic metres

MMBtu adalah singkatan dari  Million British thermal unit

2.2.3 Total Cadangan Petroleum  Timor-Leste dan Harganya di Laut Timor

Dua scenario dapat dipisahkan dalam menghitung total cadangan petroleum, yaitu:

  1. Dalam kasus pengaturan sesuai dengan Perjanjian yang ada sekarang:
    bulletGas  = 4.46 Trillion Cubic Feet = 748 Juta Barells of Oil Equivalent  (BOE)
    bulletKondensate = 455.4  Juta Barrels
    bulletMinyak Bumi = 25.8 Juta Barrels

Jadi, Total, adalah 1,22 Milyar BOE , berharga lebih dari 19 Milyar US Dollar dengan harga rata-rata minyak dan gas bumi saat ini.

  1. Dalam kasus dimana Bats Laut Permanen telah ditentukan sesuai dengan prisip Garis-Tengah UNCLOS:
    bulletGas = 11 Trillion Cubic Feet = 1, 87 Milyar BOE
    bulletCondensate = 770 Juta Barrels
    bulletOil = 264.4 Juta Barrels

Jadi, Total, adalah 2,90 Milyar BOE, berharga lebih dari 45 Milyar US dollar dengan harga rata-rata minyak dan gas bumi saat ini.

Dengan demikian, Timor-Leste sedang dalam posisi untuk kehilangan sedikitnya  57% daripada cadangan hidrokarbonnya (1,67 Milyar BOE) dibawah Perjanjian yang ada sekarang. Ini seharga sekitar US $ 26,000,000,000 (26 Milyar US Dollar) cash,sebelum biayai operasi/inestasi dan pembagian perusahans

 2.4 Pengelolahan Upstream dan Downstream

2.4.1 Proyek Bayu Undan

Proyek Bayu Undan Project dikenal sebagai investasi terbesar sampai hari ini di Laut Timor. Sekitar 1.5 milyar US $ diperkirakan akan dibelanjakan selama phase I proyek ini. Phase pertama ini dikenal dengan Gas Recycle Project, yang mana termasuk produksi dan proses gas cair; memisahkan dan menyimpang kondensate, propane dan butane, dan menginjeksi kembali gas kering kedalam reservoir. Tambahan  1.8 milyar US$ akan dibelanjakan  untuk membangun jaringan pipa dan LNG-plant di Darwin, pada phase kedua dari pengelolahan ini.  Diperkirakan sekitar 1700 lapangan kerja langsung maupun tidak langsung akan diciptakan selama pengembangan awal LNG-plant dan akan ada sekitar 200-500 pekerjaan diatas platforms dan perawatan LNG-plant dan monitoring selama jangka waktu hidupnya proyek ini.

Timor-Leste telah kehilangan semua keuntungan tersebut diatas. Hal ini disebabkan karena membangun/memasang pipa ke Timor-Leste dulunya dianggap tidak mungkin bisa secara tekni, sehingga Timor-Leste dikesampingkan dari kemungkinan sebagai opsi tujuan pengelolahan LNG-plant.

2.4.2        Proyek Greater Sunrise

Timor-Leste mungkin bisa dianggap masih beruntung karena para perusahan belum memutuskan opsi pengelolahan lapangan ini. Walaupun, dua opsi telah dilemparkan ke public beberapa tahun lalu, keputusan final belum dilakukan tentang rencana pengelolahan yang pasti.

Conoco-Phillips lebih suka memproses gas di darat di Darwin, yang berarti akan membangun sebuah LNG-plant di Darwin dan dengan demikian akan perlu membangun lagi sebuah jaringan pipa dari lapangan Greater Sunrise ke Darwin. Dutch Shell dan Woodside Petroleum mengusulkan sebuah teknologi pemrosesan gas baru yang baru diperkenalkan, LNG-plant yang Mengambang/Floating Liquified Natural Gas Plant (FLNG). Timor-Leste telah dikesampingkan dalam pertimbangan opsi.

Apapun yang akan terjadi, pertanyaan harus muncul mengenai bagaimana mungkin sebuah keputusan bisa dicapai kalau Timor-Leste belum memiliki batas laut permanen? Dan pertanyanya harus sudah tidak lagi, apakah para perusahan mau mempertimbangkan Timor-Leste sebagai salah satu tujuan dari pada LNG-plant, tetapi pertanyannya harus mengarah kepada apakah Timor-Leste mempunyai kekuassan untuk meminta para perusahan untuk meproses gas di daratan Timor-Leste?

Meminta jaringan pipa dan LNG-plant ke Timor-Leste harus dilihat sebagai hal yang lazim dan normal dilakukan di dalam negosiasi pengelolahan minyak dan gas bumi.  Hal ini adalah praktek yang diterima universal sebagaimana terjadi di negara-negara produsen minyak dan gas bumi! Indonesia, pada tahun 1960-an dengan infrastruktur yang sangat minim, dan juga pasti sumberdaya manusia yang terbatas, sudah mampu meminta para perusahan minyak untuk membangun sebuah LNG-plant di hutan jauh di Bontang, Kalimantan. Dewasa ini pusat pemrosesan ini merupakan salah satu fasilitas pemrosesan gas yang terkenal di dunia yang mengsuplai ton dan ton gas ke pasar Asia. Hal yang sama juga terjadi pada Arun LNG-plant, di Propinsi Indonesia yang kacau, Aceh. Jauh di Karibean, kita tahu Atlantic LNG-plant yang terdapat di pulau Tobago-Trinidad, negara ini sekecil Timor-Leste dengan sangat sedikit kemampuan absorpsi domestik gas yang terproduksi. Akan tetapi, pada athun 1995, sebuah LNG-plant berkapasitas 3 MT per tahun dibangun untuk memproses gas yang dibawah oleh jaringan pipa beberapa kilometer dari lokasi plant. Semua ini telah menjadi mungkin karena posisi pemerintah yang kuat dalam negosiasi.

Sekarang, pertanyaan mungkin muncul tentang seberapa besar posisi tawar menawar Timor-Leste untuk mampu meminta para perusahan untuk membawah gas dari lapangan Greater Sunrise ke Timor-Leste? Tiga scenario dapat dipakai untuk menganalisanya:

1. Pengelolahan dilanjutkan dibawah Pengaturan yang ada dalam Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty.

Walaupun Timor-Leste mempunayi 90% bagian daripada lapangan-lapangan di JPDA, lapangan Greater Sunrise telah dianggap hanya berada 20,1 % di dalam JPDA, sedangkan sisa 79,9% diklaim Australia sebagai miliknya. Oleh karena itu, Timor-Leste mempunyai sedikit sekali kekuasaan untuk mendorong para perusahan dan Australia untuk melokasikan pusat pemrosesan gas di Timor-Leste.

Kalaupun, para perusahan memutuskan untuk membawah gas ke Timor-Leste, Australia bisa menghambat/menolak keputusan tersebut karena lebih dari 80% lapangan ini berada pada kepentingan mereka. Oleh sebab itu, posisi tawar menawar Timor-Leste dalam kasus ini sangat lemah.

Dilihat ke belakang proses yang membawah kita sampai pada saat ini. Seseorang bisa percaya kalau para perusahan tidak tertarik sama sekali untuk membagun sebuah LNG-plant di Timor-Leste atas inisiatif sendiri. Walaupun, jarak dari Greater Sunrise ke Timor-Leste adalah lebih pendek sehingga biaya pemasangan jaringa pipa lebih murahdaripada ke Darwin, tidak ada satupun perusahan yang pernah mempertimbangkannya dan ini telah terjadi sejak 1999 dan tetap saja sama  setelah Perjanjian Laut Timor ditandatanggani yang memberikan Timor-Leste hak atas 90%.

Timor-Leste baru saja mulai dipertimbangkan beberapa minggu lalu, ketika Perdana Menteri Timor-Leste meminta operator lapangan Greater Sunrise, Woodside Petroleum untuk melakukan studi kelayakan untuk membawa gas ke Timor-Leste. Namun, Timor-Leste harus sangat hati-hati disini untuk menghindari para perusahan menjustifikasi rencana pengelolahan akhir mereka dengan mengatakan bahwa semua opsi-opsi yang mungkin telah dipertimbangkan.  Kita berharap studi ini tidak hanya akan menjadi formalitas untuk sekedar memenuhi tuntutan publik, akan tetapi benar-benar studi yang mendalam dan sunguh-sunguh.

2. Pengelolahan dihentikan sampai Batas Laut Permanen ditentukan berdasarkan prinsip garis tengah/midline UNCLOS.

Dalam kasus ini, Timor-Leste akan memipunyai kontrol penuh lapangan Greater Sunrise dan lapangan lain di JPDA, dan dengan demikian mepunyai kekuassan yang lebih untuk meminta para perusahan untuk membawah gas ke Timor-Leste tanpa hambatan Australia. Timor-Leste mempunyai posisi tawar menawar yang sangat kuat dalam kasus ini.

3. Pengelolahan dilanjutkan dengan Timor-Leste dan Australia setuju untuk menempatkan  lapangan Greater Sunrise seluruhnya kedalam JPDA. Dengan kata lain, membuka batas lateral JPDA sekarang.

Dalam kasus ini, Timor-Leste akan tetap mempunyai kontrol penuh terhdapa Greater Sunrise dan dapat meminta para perusahan untuk membawah gas ke daratan Timor-Leste. Para perusahan tidak akan mungkin menolak karena pada saat itu Timor-Leste sudah memiliki 90% interest di Greater Sunrise. Juga Timor-Leste bisa berargumen untuk mendapatkan beberapa keuntungan downstream daripada proyek-proyek yang ada karena keuntungan downstream dari proyek-proyek terdahulu seperti Bayu Undan, Elang-Kakatua Kakatua North, Laminaria-Carolina and Bufallo semuanya telah pergi ke Australia.

2.4 Potensi Pendapatan Negara dari Pengelolahan Petroleum

2.4.1 Dibawah Pengaturan yang ada Sekarang (Perjanjian Laut Timor/ Timor Sea Treaty)

Pengumpulan pendapatan negara dari Laut Timor tergantung pada kesepakatan petroleum yang dipakai dan system perpajakan yang digunakan. Dibawah Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty, pendapatan negara dapat dikumpulkan melalui:

1. Production Sharing Contract (PSC), yaitu dari:

bulletPembagian First Tranche Petroleum (FTP)  dari Elang-Kakatua Kakatua North dan Bayu-Undan (dua lapangan yang sedang dalam operasi di JPDA).
bulletProfit Oil, yang mana pembagian petroleum setelah para perusahan mengembalikan investasi/modalnya.

 2. Pajak, yaitu dari:

bulletPajak Pertambahan Nilai/Value Added Tax (VAT) terhadap kapital, termasuk kontruksi infrastruktur yang akan menurun segera karena phase kontruksi akan segera selesai
bulletPajak Pendapatan/ Income Tax  pada para perusahan dan pekerja 
bulletWithholding Ta pada para kontaktor
bulletDan lainnya

Proyeksi pendapatan negara dari Laut Timor (Elang Kakatua, and Bayu Undan) oleh pemerintah tertera pada diagram dibawah.  Proyeksi Now berbeda dengan Before karena terjadi beberapa problem teknis pada fase pengelolahan proyek Bayu Undan. Hal ini mempengaruhi fase awal pendapatan negara tetapi tidak akan merubah jumlah pendapatan yang akan diterima selama masa hidupnya proyek ini. Sesuai dengan proyeksi, Timor-Leste akan mengumpulkan sebesar 3.662 Milyar US Dollar.

Figure 4 .  Diagram perkiraan pendapatan yang akan datang dari produksi Elang-Kakatua Kakatua North dan Bayun Undan.  Source: Government Report n the Development Partners Meeting, Dec. 2003

Jika ditambahkan dengan pendapatan yang mungkin datang dari potensi pengelolahan Greater Sunrise, yang mana 18% dari pajak aktivitas upstream ditambah pembayaran tahunan Australia, yang bisa berjumlah sekitar 1.142 Milyar US $, maka Total pendapatan yang Timor-Leste dapat kumpulkan selama 30 tahun kedepan adalah sekitar 4.803 Milyar US Dollar.

 1.4.2        Dibawah Batas Laut Permanen yang ditentukan melalui Prinsip Garis Tangah UNCLOS

Sampai saat ini belum ada proyeksi pendapatan yang mungkin dapat Timor-Leste peroleh dalam kasus ini, tetapi memakai metode analogis, yaitu bahwa dengan cadangan petroleum yang berharga 19 Billion US$ dibawah Perjanjian Laut Timor/Timor Sea Treaty Timor-Leste yang ada Timor-Leste dapat memperoleh 4.8 Milyar US$ (25%), maka  dalam kasus batas laut permanen ditentukan, Timor-Leste akan mendapat sedikitnya 11.25 Milyar US$ selama 30 tahun ke depan karena cadangan nya berharga sekitar 45 Milyar US$.

2.4     Jaringan Pipa dan LNG-plant dari Greater Sunrise ke Timor-Leste

2.5.1 Teknologi Jaringan Pipa Dewasa Ini

Pernyataan-pernyataan dari para perusahan besar dan mungkin para pemerintah bahwa “jaringan pipa melalui Cekungan Timor secara teknis tidak mungkin” sudah tidak berdasar lagi dan ketinggalan jaman. Kemajuan-kemajuan teknologi akhir-akhir ini telah membuktikan bahwa jaringan pipa melewati keadaan ekstrem laut dalam adalah mungkin. Proyek Blue Stream (selesai  tahun 2002), adalah salah satu contoh. Jaringan pipa sepanjang 350 km ini membawa gas dari bagian Selatan Rusia ke Ankara (Turki) melewati 2.150 meter dalamnya Laut Hitam. Turki dikenal sebagai salah satu zona gempa bumi paling aktif di dunia. Gempa berskala lebih dari 6 Skala Richter sering terjadi.

Sebagai perbandingan, Cekungan Timor/Timor Trough, adalah cekungan yang mempunyai topografi kasar dengan kedalaman berkisar 1.500 meter sampai 3.000 meter, dan tingkat kegempaan yang relative tenang. Jadi jelas bahwa secara teknis adalah Mungkin untuk meletakan pipa gas melalui Cekungan Timor kalau kita serius - walaupun mungkin kita harus memulai dengan survei kedalam laut dan studi geohazard. Sebenarnya, INTEC, salah satu perusahan dunia untuk desain pipa laut dalam, melalui laporanya telah  mengatakan bahwa Jaringan Pipa gas ke Timor-Leste bukan hanya MUNGKIN tetapi juga LEBIH MURAH daripada Jaringan Pipa yang tertuju ke DARWIN. Jarak dari lapangan Greater Sunrise ke daratan Timor-Leste adalah sekitar 150 km, sedangkan ke Darwin adalah lebih dari 500 km.

2.5.2 LNG- Plant

Untuk sementara ini ada dua rencana awal pengelolahan tempat proses gas dari lapangan Greater Sunrise, yaitu pusat pemrosesan diarahkan ke Darwin (didukung oleh Conocco-Phillips) atau pemrosesan di laut mengunakan teknologi yang baru diperkenalkan-Pusat Pemrosesan Gas Alam Mengambang (FLNG-Plant) (diusulkan oleh Shell dan Woodside Petroleum).  Tidak ada satupun dari perusahan-perusahan ini yang pernah berpikir/mempertimbangkan Timor-Leste sebagai salah satu tujuan daripada Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair. Tidak jelas mengapa Timor-Leste telah dikesampingkan dari pertimbangan, namun beberapa alasan yang dapat diperdebatkan mungkin telah menjadi motor utama pengemsampian ini.

Pertama, mungkin karena Jaringan Pipa Gas dulunya dianggap tidak mungkin bisa mendarat di Timor-Leste. Tetapi argumen ini sudah tidak berlaku lagi dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini.

Kedua, barangkali karena kenyataan bahwa Timor-Leste mempunyai infrastruktur yang minim atau hampir tidak ada infrastruktur. Ini bisa diperdebatkan, karena mambangun sebuah Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair di darat ataupun dimana saja dengan sendirinya sudah ada spesifikasi untuk membangun fasilitas/infrastruktur pendukungnya. Sebagai contoh, penyediaan listrik, sebuah Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair di Darwin harus menyediakan sumber listriknya sendiri atau membeli dari perusahan penyedia listrik yang ada. Ini berlaku juga untuk Pusat Permrosesan Gas Alam Cair Mengambang (FLNG-Plant), dengan lokasinya yang jauh di laut, tidak ada alternative lain selain membangun sumber listriknya sendiri. Dalam hal ini Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair di Timor-Leste tidak dan seharusnya tidak  kurang untungnya daripada Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair Mengambang (FLNG-Plant) atau Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair di Darwin. Membawa instrument-instrumen atau material-material ke lokasi  yang jauh di laut tidak seharusnya lebih mudah dan lebih murah daripada membawa peralatan yang sama melalui jalan-jalan yang sudah ada di Timor-Leste (walaupun jalan-jalan tersebut belum sempurna). Kita harus ingat, bahwa yang namanya sekarang Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair –Kelas Dunia seperti Bontang (Kalimantan) dan Arun (Aceh) dahulunya dibangun diatas lokasi yang jauh didalam hutan dengan infrastruktur yang sangat terbatas. Bagaimana kelihatannya sekarang, setelah 20-30 tahun? Perubahan-perubahan luar biasa telah terjadi dalam infrastruktur dan dampak social-ekonomiknya.

 Ketiga, mungkin resiko stabilitas negara, kalau ini yang menjadi kekwatiran, resep utamanya untuk menghadapinya adalah komunikasi dan kerjasama yang erat antara semua pihak yang terlibat, termasuk didalamnya masyarakat umum. Bukan hal yang baru lagi bahwa banyak kali kesuseksan daripada proyek-proyek besar ditentukan oleh penerimaan masyarakat disekitar lokasi proyek. Dan penerimaan ini sering datang kalau masyarakat menyadari manfaat dari proyek itu sendiri. Pemerintah juga mempunyai peranan besar untuk menjaga keamanan dan melihat kelansungan operasi dari proyek-proyek.

Situasi Timor-Leste dapat digambarkan sebagai “situasi telur dan ayam betina”. Biasanya, sebuah negara dimana banyak angka pengangguran dan kemiskinan tinggi, kerusuhan sipil bisa terjadi dan membuat negara tersebut menjadi sangat beresiko. Akan tetapi, dengan investasi yang besar yang menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki infrastruktur dan pelayanan publik dapat membentuk basis yang sangat penting tercapainya stabilitas di sebuah negara. Oleh, karena itu menilai resiko negara adalah sesuatu yang sangat subyektif. Bagaimanapun, melihat pengalaman-pengalaman yang sudah pernah terjadi di banyak negara menunjukkan bahwa dimana ada minyak/gas bumi cepat atau lambat perusahan-perusahan minyak raksasa dunia akan datang juga, meskipun ada resiko. Proyek-proyek multi-milyar US dolar dipakarsai di negara-negara Sub-Saharan di Afrika untuk pengelolahan minyak dan gas bumi meskipun perang saudara dan permberontakan terjadi. Nigeria dan Angola adalah beberapa dari contoh-contoh yang ada, walaupun secara internal kedua negara tersebut dicabik-cabik oleh adanya perang saudara dan konflik etnis, perusahan-perusahan minyak raksasa tidak mundur sedikitpun untuk mengambil lebih banyak lagi milyaran US dolar dari exploitasi minyak dan gas bumi. Apakah negara-negara tersebut tidak beresiko?

Timor-Leste, meskipun belum ada catatan mengenai stabilitas yang baik sehingga beresiko, tetapi banyak dari ketidastabillan dulu lebih banyak dikontrubisikan oleh kekuatan-kekuatan penjajah.  Dua pemiliahan umum yang sukses dan damai dapat dipakai sebagai salah satu tanda dan langkah utama menuju negara yang damai dan stabil. Adanya proyek-proyek multi milyar US dolar yang menyediakan manfaat langsung seperti lapangan kerja dan infrastruktur bahkan bisa memperkuat fondasi stabilitas.

2.5.3 Akal di belakang Membawa Jaringan Pipa Gas dan Pusat Pemrosesan Greater Sunrise ke Timor-Leste:

  1. Timor-Leste telah kehilangan salah satu kesempatan, yaitu Jaringan Pipa Gas dan Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair dari proyek Bayu Undan, yang mana semua telah dibawa ke Darwin meskipun jarak ke Timor-Leste lebih pendek dan dengan demikian lebih murah. Keuntungan yang dinikmati Darwin sekarang adalah sangat besar. Mereka menikmati lebih dari 1.5 millyar  US dolar investasi capital langsung, lebih dari 700 juta US dolar dalam pengeluaran explorasi, ditambah dengan sekitar 1700 lapangan kerja langsung dan tidak langsung. Pemerintah  Northern Territory bisa memperoleh lebih banyak lagi pajak dari semakin banyaknya kontraktor dan subkontraktor yang membuka bisnis sebagai supplier buat kegiatan pegelolahan minya dan gas bumi.
  1. Jaringan Pipa Gas ke Timor-leste adalah MUNGKIN dan LEBIH MURAH, daripada ke Darwin. Studi terakhir dari INTEC, sebuah perusahan dunia mengenai pipa laut dalam, menegaskan bahwa jarigan pipa ke Timor-Leste adalah mungkin dan dua kali lebih murah daripada ke Darwin karena jarak yang lebih dekat.

  1. Timor-Leste sangat membutuhkan lapangan pekerjaan. Manfaat dari adanya Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair di Timor-Leste akan sangat banyak. Efek multiplier/efek ganda yang menjalar daripada proyek multi milyar US dolar ini akan mengangkat ekonomi yang sedang sangat terpuruk ini dan meningkatkan kehidupan orang-orang Timor-Leste. Diperkirakan dengan adanya proyek ini di Timor-Leste akan ada sekitar 3 milyar US dolar investasi kapital langsung dan 2000 lapangan kerja langsung dan tidak langsung yang bisa dihasilkan. Lapangan kerja ini termasuk pekerjaan konstruksi dasar yang tidak terlalu memerlukan kualifikasi sebagaimana kerja diatas platform.

  1. Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair Mangambang (FLNG-Plant) sebagaimana diusulkan oleh Shell dan Woodside Petroleum adalah sebuah teknologi baru yang belum teruji. Walaupun pembangunannya mungkin, biaya pembangunan dan perawatannya akan sangat besar dibandingkan dengan Pusat Pemrosesan konvesional di darat. Resiko lingkungan seperti kebocoran pusat ini di laut juga menjadi kekwatiran. Lebih-lebih, dengan lokasinya yang jauh di laut akan sangat mudah menjadi target penyerangan teroris laut karena tidak ada atau sedikit sekali system pengamanan yang ada. Selain daripada itu, Pusat Pemrosesan Gas Alam Cair Mengambang tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, dan tidak ada efek ganda oleh karena letaknya yang jauh dari jangkauan masyarakat. Teknologi ini tidak akan menyediakan satu lapangan kerja pun tersisa untuk orang Timor-Leste karena sifatnya yang sangat berteknologi tinggi.

  1. Gas dari LNG-plant di daratan Timor-Leste akan lebih dekat ke pasar utama (Japan, China, Taiwan, and South Korea) daripada dari FLNG or LNG-plant di Darwin.

  1. Sebagai salah satu negara berkembang yang baru keluar dari konflik, Timor-Leste mempunyai akses ke skema finasial tertentu yang tidak bisa diperoleh oleh negara-negara maju. Oleh karena itu proyek LNG-plant di timor-Leste akan mendapat dukungan finasial untuk dibangun.

  1. Salah satu alasan lagi kenapa adalah penting untuk membawa gas Greater Sunrise ke Timor-Leste adalah karena gas dapat dipakai untuk menghasilkan “energi listrik yang bersih”. Hal ini sesuai dengan “Protokol Kyoto” sehingga akan mendapat dukungan negara-negara industri. Timor-Leste, saat in sangat membutuhkan energi untuk listrik dan pengunaan rumah tangga, yang mana sekarang, sangat bergantung pada impor minyak dari Indonesia dan Australia. Mungkin akan lebih baik kita pakai kita punyai sendiri.

REFERENSI

Bally, et al., 1966. Structure, seismic data, and orogenic evolution of Southern Canadian Rocky Mountains. Bulletin of Canadian Petroleum  Geology, vol. 14, p. 337-381.

Brisbane Independent Media Centre. NGOs Urge Howard to Play Fair in Boundary Talks with East Timor. www.brisbane.indymedia.org/front.php3?article_id

Charlton, T.R., 2002. Petroleum Potential of Timor-Leste. APPEA Journal vol. 32, 20-38

Cross, 2000. The search for oil and gas on East Timor (Timor-Leste). Petroleum Exploration Society of Great Britain Newsletter, Ferbuary 2000, p. 62-66.

La’o Hamutuk, 2003. Timor Sea Oil and Gas Update. The La’o Hamutuk Bulletin, vol. 4, No. 3-4

Longley, I., et al., 2002. The North West Shelf of Australia: A Woodside perspective, in Keep, M. & Moss, S.J., (Eds), The Sedimentary Basins of Western Australia 3, Proceedings of the Petroleum Exploration Society of Australia Symposium, Perth, 2002, 27-88.

Lorenzo, et al., 1996. Flexural Extension and the Absence of Flexural Uplift – Timor Sea, North West Shelf, Australia. Fall AGU Abstract. www.geol.lsu.edu/juan/Abstracts/Abstracts_Timor.html

Lorenzo, et al., 1997. Neogene Flexural Reactivation in a Modern Foreland Basin, Timor Sea, N.W. Shelf, Australia. AAPG Abstract. www.geol.lsu.edu/juan/Abstracts/Abstracts_Timor.html

Mollah, R., 2000. Regional Setting (Timor Sea Area). Robert Mollah was Australian Executive Director in Timor Gap Joint Authority

Norvick, 1979. The tectonic history of the Banda Arcs, Eastern Indonesia: a review. Journal of Geological Society of London, vol. 136, p. 519-527

Oxfam Community Aid Abroad. A Brief History of the Timor Gap. www.caa.org.au/campaigns/submissions/timorsea/briefhistory.hmtl

Price & Audley-Charles,  1987. Tectonic collision processes after plate rupture. Tectonophysics, vol. 140, p. 121-129

Shanmugam & Lash, 1982. Analogous tectonic evolution of the Ordovician foredeeps, southern and central Appalachians. Geology, vol. 10,  p. 562-266

Sunrise Project Update. www.hydrocarbons-technology.com/projects/sunrise

Treaty between Australia and the Republic of Indonesia (Timor Gap Treaty). Department of Foreign Affairs and Trade, Australian Government Publishing Services Canberra.

Timor Sea Treaty (Treaty between Australia and Democratic Republic of Timor-Leste).  Timor Sea Designated Authority-series as per June 2003.

Timor-Sea Revenues Forecast. Government Report on development Partners Meeting, December 2003. Dili, Timor-Leste

Young, et al., 1995. The Elang Oil Discovery Estabilishes New Oil Province in the Eastern Timor Sea (Timor Gap Zone of Cooperation). APEA Journal-1995, p. 44-63.

United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). \

Unit Conversion Factors. www.spe.org/spe/jsp/basic

horizontal rule

[1] Sumber-sumber: Price & Audley-Charles,  1987. Tectonic collision processes after plate rupture. Tectonophysics, vol. 140, p. 121-129; Norvick, 1979. The tectonic history of the Banda Arcs, Eastern Indonesia: a review. Journal of Geological Society of London, vol. 136, p. 519-527; and Shanmugam & Lash, 1982. Analogous tectonic evolution of the Ordovician foredeeps, southern and central Appalachians. Geology, vol. 10,  p. 562-266; Lorenzo, et al., 1997. Neogene Flexural Reactivation in a Modern Foreland Basin, Timor Sea, N.W. Shelf, Australia. AAPG Abstract. www.geol.lsu.edu/juan/Abstracts/Abstracts_Timor.html; Lorenzo, et al., 1996. Flexural Extension and the Absence of Flexural Uplift – Timor Sea, North West Shelf, Australia. Fall AGU Abstract. www.geol.lsu.edu/juan/Abstracts/Abstracts_Timor.html

[2] Mollah, R., 2000. Regional Setting (Timor Sea Area). Robert Mollah was Australian Executive Director in Timor Gap Joint Authority.
[3] Charlton, 2002. The Petroleum Potential of Onshore Timor-Leste. Proceeding of International Conference on Oil and Gas in Dili, Timor-Leste, 2003.
[4] Cross, 2000. The search for oil and gas on East Timor (Timor-Leste). Petroleum Exploration Society of Great Britain Newsletter, Ferbuary 2000, p. 62-66.
[5] Young, et al., 1995. The Elang Oil Discovery Estabilishes New Oil Province in the Eastern Timor Sea (Timor Gap Zone of Cooperation). APEA Journal-1995, p. 44-63.
[6] Charlton, 2003. Petroleum Potential of Onshore Timor-Leste. Proceeding of International Conference on Oil and Gas in Dili, Timor-Leste, 2003.
[7] Bally, et al., 1966. Structure, seismic data, and orogenic evolution of Southern Canadian Rocky Mountains. Bulletin of Canadian Petroleum  Geology, vol. 14, p. 337-381.
[8] Oxfam Community Aid Abroad. A Brief History of the Timor Gap. www.caa.org.au/campaigns/submissions/timorsea/briefhistory.html
[9] Timor Sea Treaty Act 2003. As at 30th June 2003
[10] Oxfam Community Aid Abroad. The Continuing Significance of the Horizontal Boundaries. www.caa.org.au/campaigns/submissions/timorsea/significance.html
[11] Brisbane Independent Media Centre. NGOs Urge Howard to Play Fair in Boundary Talks with East Timor. www.brisbane.indymedia.org/front.php3?article_id

[12] Longley, I., et al., 2002. The North West Shelf of Australia: A Woodside perspective, in Keep, M. & Moss, S.J., (Eds), The Sedimentary Basins of Western Australia 3, Proceedings of the Petroleum Exploration Society of Australia Symposium, Perth, 2002, 27-88. 

[13] One of the recent deepwater pipeline projects is the Blue Stream Project (2001), which is designed to bring gas from Southern Russia to Turkey across 2,500 metres deep water in Black Sea. INTEC was involved in the project. Timor Trough has rough topography ranging from 1,800 to 3,000 metres deep.
[14] IUA is an interim agreement between Timor-Leste and Australia  under which Greater Sunrise field which its  boundary straddles across the two different maritime jurisdictions is set to be exploited and developed as a single entity in one fiscal and tax regime.
[15] La’o Hamutuk, 2003. Timor Sea Oil and Gas Update

The Timor-Leste Institute for Development Monitoring and Analysis (La’o Hamutuk)
Institutu Timor-Leste ba Analiza no Monitor ba Dezenvolvimentu
Rua D. Alberto Ricardo, Bebora, Dili, Timor-Leste
P.O. Box 340, Dili, Timor-Leste
Tel: +670-3321040 or +670-77234330
email: 
info@laohamutuk.org    Web: http://www.laohamutuk.org    Blog: laohamutuk.blogspot.com